Jumlah Korban Gempa Banten Bertambah Jadi 6 Orang

Gempa Banten bermagnitudo 6,9 terjadi pada Jumat, 2 Agustus 2019 malam. Gempa juga terasa hingga Jabodetabek.

oleh Ika Defianti diperbarui 04 Agu 2019, 12:24 WIB
Anggota Yonif 320 Badak Putih Prajurit Jawara Kodam III Siliwangi membantu membersihkan reruntuhan bangunan usai gempa di Mandalawangi, Pandeglang, Banten, Sabtu (3/8/2019). Gempa Banten berkekuatan 6,9 magnitudo mengakibatkan lebih dari 200 rumah mengalami kerusakan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban tewas akibat gempa Banten bertambah menjadi enam orang. Jumlah korban tersebut tersebar di sejumlah wilayah kurang lebih 136 kepala keluarga.

"Jumlah total (korban) meninggal dunia 6 orang, luka-luka 3 orang," kata Pelaksana harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulis, Minggu (4/8/2019).

Dia menyatakan, di Kabupaten Pandeglang terdapat satu orang meninggal dunia dan dua orang luka-luka. Kabupaten Lebak terdapat tiga orang meninggal dunia dan Kabupaten Sukabumi dua orang meninggal dunia serta satu orang luka-luka.

"Provinsi Lampung pengungsi satu orang, sudah kembali ke rumah," ucap dia.

Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan gempa Banten bermagnitudo 7,4 yang dimutakhirkan menjadi 6,9, belum merupakan puncak dari potensi gempa di wilayah tersebut.

Pusat gempa di bagian selatan Selat Sunda itu merupakan kawasan yang ditandai sebagai zona sepi gempa besar, sementara itu merupakan kawasan dengan subduksi aktif.

Daryono mengatakan ketidakadaan gempa selama ini dianggap sebagai proses akumulasi dari medan tegakan kerak bumi yang sedang berlangsung

Di daerah Selat Sunda, catatan kami tidak ada gempa di atas magnitudo 7,0," katanya seperti dikutip dari Antara, Sabtu (3/8/2019).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Magnitudo 7,9

Menurut catatan BMKG, pernah terjadi di bagian selatan Banten gempa bumi dengan magnitudo 7,9 pada 1903, yang merupakan gempa terakhir.

Dia tidak dapat memperkirakan secara statistik proses berulang gempa bumi itu, karena proses akumulasi medan tegakan kulit bumi tidak bisa distatistikkan.

Daryono menyatakan sebuah kawasan subduksi aktif tetapi tidak pernah terjadi gempa, dapat diduga kawasan itu sedang terjadi proses akumulasi medan tegangan, di mana ada proses penumpukan energi yang terkandung dalam kulit bumi.

"Kalau melihat hasil hitungan potensi gempa, ini belum puncaknya, karena potensi maksimal dapat mencapai magnitudo 8,7. Potensi itu tidak bisa diperkirakan dan kapan saja bisa terjadi," jelas dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya