Suku Bunga Acuan BI Bakal Bertahan di 6 Persen

Bank Indonesia (BI) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day repo rate 6 persen.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Apr 2019, 11:48 WIB
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day repo rate 6 persen. BI gelar pertemuan dua hari pada 24-25 April 2019.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, BI mempertahankan suku bunga acuan untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah faktor risiko global yang masih mempengaruhi pasar keuangan negara berkembang.

Risiko itu mulai perlambatan ekonomi global, antisipasi negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, kepastian Brexit.

Selain itu, tren kenaikan harga minyak dunia juga turut mendorong penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

"Pelaku pasar diperkirakan juga masih mengantisipasi hasil keputusan resmi dari KPU terkait hasil pemilu 2019 yang juga akan mempengaruhi sentimen pasar keuangan domestik," ujar Josua dalam catatannya, Kamis (25/4/2019).

Dari dalam negeri, meski tren inflasi cenderung terkendali dalam rentang target sasaran inflasi BI, tapi BI masih perlu memastikan defisit transaksi berjalan pada 2019 turun ke arah yang lebih sehat ke level 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Mempertimbangkan tren perbaikan neraca perdagangan pada kuartal I 2019, defisit transaksi berjalan diperkirakan mencapai kurang 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Akan tetapi, cenderung akan kembali melebar pada kuartal II dan kuartal III meski diperkirakan 2,6 persen hingga 27, persen pada 2019 terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Dengan suku bunga acuan BI yang diperkirakan bertahan pada RDG bulan ini, rupiah diperkirakan akan tetap stabil dan di saat bersamaan dapat mendukung penurunan defisit transaksi berjalan pada tahun ini," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Laporan DBS

Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Dalam laporan DBS, BI akan mempertahankan sikapnya karena ketidakpastian global masih ada. Selain itu, risiko terhadap defisit transaksi berjalan yang belum dapat diabaikan begitu saja.

Inflasi tetap jinak, dengan indeks harga konsumen per 19 Maret tercatat di tingkat ,2,5 persen secara tahunan, tepat di batas bawah BI.

"Kami berpendapat bahwa inflasi kemungkinan meningkat menjelang hari raya Idul Fitir dan kenaikan harga grosir akhirnya berimbas pada konsumen," ujar dia.

Mengingat semua itu, DBS berpendapat, inflasi akan tetap di bawah tiga persen, jauh di bawah batas atas BI yang sebesar 4,5 persen.

Di sisi lain, neraca perdagangan mencatat surplus dalam dua bulan berturut-turut berkat harga minyak yang relatif rendah jika dibandingkan kuartal IV 2018 dan dampak pelemahan rupiah sehingga pengaruhi harga dan permintaan impor.

"Karena bank sentral AS berubah haluan dan lebih mendukung pertumbuhan dan di dalam negeri rupiah dan inflasi berada dalam tingkat nyaman bagi BI, satu-satunya faktor yang perlu diwaspadai lebih lanjut adalah perkembangan neraca perdagangan dan neraca berjalan," ujar dia.

Oleh karena itu, DBS menilai BI kemungkinan mempertahakan kebijakannya pada 2019 lantaran ketidakpastian global tetap membayangi arus perdagangan dan modal. "Diperlukan lebih banyak data neraca perdagangan untuk menyimpulkan sebaliknya," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya