ODHA Usah Risau, Stok Obat ARV Dijamin Aman Sampai Akhir 2019

Pihak Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa obat ARV bagi ODHA masih cukup.

oleh Aditya Eka PrawiraGiovani Dio Prasasti diperbarui 11 Jan 2019, 12:00 WIB
Obat untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Liputan6.com, Jakarta Menanggapi adanya isu kelangkaan obat untuk orang dengan HIV-AIDS, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Wiendra Waworuntu, menyatakan bahwa saat ini persediaan obat ARV FDC jenis TLE masih cukup. Sehingga, masyarakat diminta agar tidak resah.

"Dengan prediksi pertumbuhan pasien on treatment setiap bulan satu sampai tiga persen, maka kecukupan stok TLE saat ini sekitar empat sampai lima bulan, cukup meng-cover kebutuhan pasien sampai dengan bulan Mei 2019," kata Wiendra dihubungi Health Liputan6.com.

"Diharapkan proses pengadaan APBN 2019 dapat terealisasi sebelum bulan April 2019," kata dia melanjutkan.

Wiendra, menambahkan, apabila TLE belum siap sampai Mei 2019, kebutuhan bisa diganti dengan obat satuan atau pecahan. Namun, ada kemungkinan risiko menurunkan kepatuhan pasien dan peningkatan biaya yang lebih mahal. Namun, Wiendra menegaskan bahwa tidak ada efek samping kesehatan bagi mereka yang mengonsumsinya selama patuh dalam mengonsumsinya.

"(Tidak ada efek), sama mau FDC atau lepasan yang penting kepatuhan minum obat," kata Wiendra.

Kemenkes sendiri telah mengantisipasi skenario terburuk. Apabila hingga pengadaan APBN belum terlaksana sampai batas waktu yang ditentukan, Wiendra mengatakan saat ini telah dilakukan permintaan pengiriman TLE sebanyak 564 ribu botol dan cukup sampai akhir 2019.

Wiendra mengungkapkan, hingga akhir Agustus 2018 sendiri, ada sejumlah 103.331 pasien yang sedang melakukan perawatan dengan pengguna triple FDC dewasa sebesar 42,18 persen atau 43.615 orang.

 

2 dari 3 halaman

Kemenkes Jamin Stok ARV Aman Sampai 10 Bulan ke Depan

Kementerian Kesehatan memaparkan obat antiretroviral (ARV) aman hingga 2017.

Sejalan dengan Wiendra, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra Engko Sosialine Magdalene Apt M.Biomed mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sudah melakukan tindakan antisipatif terkait ketersediaan ARV bagi ODHA.

"Kami juga melakukan impor untuk FDC. Setelah kami hitung, ketersediaan ini bisa sampai sepuluh bulan ke depan. Tidak masalah," kata Engko dalam temu media pada Kamis, 10 Januari 2019.

Engko, meyakinkan, Kemenkes akan terus menjaga ketersediaan obat ARV, mengingat adanya penambahan pasien baru. Jumlah pasien baru ini sebanyak 314.413 orang dari 2.135.365 orang yang melakukan tes HIV di sepanjang 2018. Karena itu Kemenkes tidak akan lepas tangan untuk menyediakan obat ARV dalam jumlah banyak.

Menurut Engko, obat ARV kombinasi jenis tenofovir, lamivudine, dan evafirenz masih bisa digunakan sampai empat bulan ke depan, sementara ARV lepasan stoknya masih tersedia sampai Juni 2019.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

3 dari 3 halaman

Kekhawatiran kelangkaan Obat ARV

Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia AIDS Coalition, Aditya Wardhana, mengungkapkan bahwa dua kali proses pengadaan dengan penunjukkan langsung dari pihak Kementerian Kesehatan dan Kimia Farma tidak menemui titik temu terkait harga. Hal ini dinyatakan Aditya dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (10/9/2019).

"Obat ARV ini selain mendatangkan life saving effect ketika dikonsumsi, ODHA akan menjadi lebih sehat, dia mendatangkan efek prevensi karena berdasarkan penelitian yang diakui di dunia, orang dengan tingkat HIV yang tidak terdeteksi tidak akan menularkan lagi hiv-nya kepada orang lain," kata Aditya menuturkan.

Aditya mengatakan, obat ARV ini menjadikan wajah para ODHA sama seperti orang yang sehat. Secara fisik keduanya tidak akan terlihat perbedaannya sehingga stigma dari masyarakat dan lingkungan akan turun.

Yang dianggap menjadi masalah saat ini, mayoritas obat yang dikonsumsi ODHA di Indonesia adalah ARV jenis TLE. Adapun, obat ini diproduksi oleh perusahaan farmasi di India dan dipasarkan di Indonesia oleh PT. Kimia Farma dan sejak Juli 2018, PT. Indofarma Global Medika mendapatkan hak jual obat ini karena produk dari rekanan mereka sudah mendapatkan ijin dari BPOM.

Sayangnya, kegagalan titik temu harga dianggap menjadi ancaman krisis obat ini. Selain itu, proses lelang terbatas dengan dua peserta kedua perusahaan tersebut juga tidak menghasilkan pemenang. Proses ini akhirnya dianggap menyebabkan mulai terjadinya kekosongan stok obat ARV FDC jenis TLE di banyak tempat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya