Konsumsi Solar Subsidi Bakal Tetap hingga 2019

PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi solar bersubsidi tidak berubah sampai 2019 sehingga kuota akan cukup.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Sep 2018, 20:50 WIB
Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kuningan Jakarta, Sabtu (5/5). Penambahan subsidi solar akan berkisar Rp 500 hingga Rp 1.500 per liter. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi solar bersubsidi tidak berubah sampai 2019, sehingga kuota yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019 akan cukup. Akan tetapi, jumlah tersebut menurun.

Direktur Pemasaran PT Pertamina Retail, Masu'd Khamid mengatak‎an, realisasi konsumsi solar subsidi tahun lalu sebanyak 14,5 juta kilo liter (kl)‎. Sedangkan 2018  dan 2019 diperkirakan sama.

"Solar 14,5 juta kl. Tahun lalu 14,5 juta tahun lalu tahun ini dan tahun depan‎," kata Mas'ud, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Selasa (18/9/2018). 

Mas'ud mengungkapkan, meski konsumsi solar subsidi akan tetap selama tiga tahun, tetapi pertumbuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun meningkat dari 4 sampai 5 persen dibanding tahun lalu. "Kita untuk minyak ada pertumbuhan sekitar 4-5 persen dibanding tahun lalu," tutur dia.

Mas'ud menuturkan, solar subsidi tidak mengalami kenaikan konsumsi saat BBM mengalami pertumbuhan. Ini karena masyarakat lebih memilih mengkonsumsi solar nonsubsidi‎ ketimbang solar bersubsidi.

"Pertumbuhan konsumsi naik kelas ke dexlite dan Pertamina dex," ujar dia.

Dalam RAPBN 2019, kuota solar subsidi dipatok 14,5 juta kl. Jumlah tersebut menurun dari penetapan APBN 2018 15,62 juta kl, meski begitu total konsumsi solar subsidi sampai akhir 2018 diperkirakan 14,5 juta kl. 

 

2 dari 2 halaman

Solar Dicampur Sawit 20 Persen Bisa Hemat Devisa USD 4 Miliar

Petugas SPBU melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kuningan Jakarta, Sabtu (5/5). Pemerintah berencana untuk menambah subsidi solar di tengah harga minyak dunia yang sedang naik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, dalam waktu dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) soal penerapan campuran 20 persen minyak sawit (biodiesel) dengan Solar subsidi dan nonsubsidi. Aturan ini akan berlaku mulai 1 September 2018.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan, ‎sebelum pencampuran 20 persen minyak sawit dengan solar (B20) diterapkan per 1 September 2018, Presiden Jokowi akan menerbitkan payung hukum berupa Perpres.

‎"Pak Presiden sore ini atau besok akan menandatangani Perpres B20, untuk BBM bersubsidi dan nonsubsidi," kata Agung, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 14 Agustus 2018.

Menurut Agung, jika kebijakan campuran 20 persen minyak sawit ke Solar telah diberlakukan, maka menghemat devisa sebesar USD 2 miliar ‎pada tahun ini, kemudian USD 4 miliar dolar pada tahun depan.

Penerapan kebijakan tersebut bertujuan ‎untuk mengurangi impor Solar, karena 20 persen porsi telah digantikan minyak sawit hasil produksi dalam negeri. Dengan begitu dapat menghemat devisa dan mendorong penguatan rupiah.

"Ini dilakukan untuk membuat rupiah menguat dan menghemat devisa," ucap dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya