Suap Pemulusan Perkara Korupsi, KPK Periksa Wakil Ketua PN Medan

Wahyu merupakan salah satu hakim dalam perkara korupsi dengan terdakwa Tamin Sukardi di PN Medan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Sep 2018, 11:46 WIB
Merry Purba resmi ditetapkan tersangka dan ditahan KPK terkait suap putusan penanganan perkara dipengadilan Tipikor Medan.(merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo, dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pemulusan perkara tindak pidana korupsi di PN Medan. Wahyu akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.

"Saksi Wahyu Prasetyo Wibowo akan diperiksa untuk tersangka TS (Tamin Sukardi)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (13/9/2018).

Wahyu merupakan salah satu hakim dalam perkara korupsi dengan terdakwa Tamin Sukardi di PN Medan. Wahyu juga sempat ikut terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa 28 Agustus 2018. Namun, dia dilepas lantaran dianggap belum kecukupan bukti keterlibatannya dalam suap pemulusan perkara korupsi Tamin.

Tak hanya Wahyu, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan saksi lainnya, yakni Hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga, karyawan swasta PT Erni Putra Terari Iwan, panitera pengganti pada PN Medan Oloan Sirait, pengacara Farida, serta staf tersangka Merry Purba yang bernama Winda Ambor BR Gultom.

"Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TS," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap pemulusan perkara tindak pidana korupsi di PN Medan.

Selain Merry Purba, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Helpandi selaku panitera pengganti PN Medan, Tamin Sukardi selaku pihak swasta, serta Hadi Setiawan yang merupakan orang kepercayaan Tamin.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Vonis Lebih Ringan

Tamin yang merupakan terdakwa yang tengah diadili oleh Merry memberikan SGD 280 ribu kepada Merry untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi penjualan tanah aset negara.

Tamin divonis Merry pada 27 Agustus 2018 dengan hukuman 6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Padahal jaksa menuntut Tamin hukuman 10 tahun penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya