PM Mahathir Mohamad Akan Tinjau Kembali UU Anti-Berita Palsu

UU anti-berita palsu Malaysia disahkan pada era pemerintahan Najib Razak.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 14 Mei 2018, 10:03 WIB
Perdana Menteri Malaysia baru, Mahathir Mohamad memberi keterangan saat konferensi pers di Petaling Jaya, Malaysia (10/8). Mahathir menjadi perdana menteri ketujuh Malaysia pada usia 92 tahun. (AP Photo / Sadiq Asyraf)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (92) pada hari Minggu, 13 Mei kemarin, berjanji akan meninjau kembali UU anti-berita palsu yang kontroversial. Produk hukum tersebut dinilai terlalu buru-buru diloloskan sebelum pemilu dan ditujukan bagi kritikus Najib Razak, mantan perdana menteri yang berada di pusaran skandal korupsi 1MDB.

UU yang disahkan pada awal April, membuat penyebaran informasi palsu yang disengaja terancam hukuman hingga enam tahun penjara dan denda hingga 500.000 ringgit.

Sejumlah kelompok HAM meyakini bahwa undang-undang itu dapat digunakan untuk menindak tegas perbedaan pendapat, terutama kecaman terhadap Najib menjelang pemilu Malaysia pada 9 Mei lalu.

Mahathir Mohamad, yang sebelumnya pernah memerintah Malaysia selama 22 tahun sebelum akhirnya mengundurkan diri pada tahun 2003 lalu kembali mencalonkan diri untuk menumbangkan Najib, mengatakan bahwa UU anti-berita palsu akan ditinjau untuk memberikan definisi yang lebih jelas.

"UU berita palsu akan diberikan definisi yang jelas," kata Mahathir Mohamad dalam pidato yang disiarkan di saluran televisi nasional.

"Rakyat dan perusahaan media akan mengerti apa itu berita palsu dan apa yang tidak," imbuhnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Mendukung Kebebasan Pers

Suasana saat Perdana Menteri Malaysia baru, Mahathir Mohamad membacakan sumpah jabatan di Istana Nasional di Kuala Lumpur (10/5). Mahathir Mohamad akhirnya resmi dilantik sebagai perdana menteri ketujuh Malaysia. (AFP Photo/ Istana Nasional Malaysia)

Mahathir Mohamad sendiri pernah dikritik atas pengawasan yang ketat terhadap media selama masa jabatannya sebagai perdana menteri. Namun, dalam pidatonya pada hari Minggu, ia menegaskan, pemerintahannya tidak akan membatasi pers, bahkan jika mereka memuat berita yang "tidak nyaman" bagi pemerintah.

Meski demikian, Mahathir Mohamad yang merupakan pemimpin tertua di dunia menekankan bahwa tindakan akan diambil, jika berita palsu disebarluaskan dengan maksud untuk menyebabkan kekacauan.

"Meskipun kami mendukung konsep kebebasan pers dan kebebasan berbicara, semuanya memiliki batas," imbuhnya.

UU anti-berita palsu sejauh ini telah digunakan untuk menghukum satu orang, yakni seorang pria Denmark. Ia dipenjara selama satu minggu karena menuding layanan darurat memberikan respons lambat terkait insiden penembakan seorang anggota Hamas di Kuala Lumpur pada April lalu.

Selama kampanye, Mahathir Mohamad sendiri diperiksa di bawah UU anti-berita palsu setelah ia menyatakan bahwa pesawat yang hendak ditumpanginya telah disabotase.

Malaysia menempati urutan ke 145 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2018.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya