Hakim: HTI Sebarkan Paham Kekilafahan yang Bertentangan dengan Pancasila

PTUN menolak permohonan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM soal pembubaran ormas tersebut.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 07 Mei 2018, 15:43 WIB
Majelis hakim membaca putusan sidang gugatan yang diajukan HTI di PTUN Jakarta, Senin (7/5). Pembubaran HTI menyusul penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Massa pada 19 Juli 2017. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak permohonan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk membatalkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM soal pembubaran ormas tersebut. Hakim menilai penerbitan SK itu sudah sesuai prosedur.

Pada pertimbangannya, majelis hakim menilai HTI terbukti telah menyebarkan paham kekilafahan di Indonesia yang bertentangan dengan Pancasila.

"Menimbang bahwa penggugat (HTI) sudah terbukti ingin mendirikan negara Khilafah Islamiyah di NKRI dalam bentuk aksi dan bukan hanya konsep/pemikiran, maka menurut majelis hakim tindakan penggugat sudah bertentangan dengan Pancasila khsusunya sila ketiga persatuan Indonesia, yaitu rasa nasionalisme," ujar Ketua Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana di ruang sidang utama PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (7/5/2018).

Menurut dia, keberadaan HTI telah bertentangan dengan perundangan yang berlaku, yakni Pasal 59 ayat 4 huruf c Perppu Ormas.

"HTI terbukti bahwa paham diperjuangkan penggugat bertentangan dengan Pancasila," lanjut hakim membacakan pertimbangan.

Selain itu, hakim menilai, HTI telah salah dengan mendaftarkan keanggotaan berbadan hukumnya sebagai organisasi massa dan bukan partai politik. Padahal, merujuk pada sejarahnya, Hizbut Tahrir adalah sebuah badan partai politik dunia dalam naungan Global Political Party.

"Menimbang bahwa majelis hakim yakin bahwa HTI adalah parpol, tidak berupa kelompok dakwah semata tetapi menyusun Undang Undang Dasar dan bagi Hizbut Tahrir penyusunan tersebut adalah gambaran bila saat nanti Khilafah Islamiyah sedunia ditegakkan," tutur hakim.

Oleh karena itu, Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI atas Menteri Hukum dan HAM. Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pembubaran HTI juga tetap berlaku dan ormas itu tetap dibubarkan.

"Menolak permohonan penundaan surat keputusan yang diajukan penggugat, dalam eksepsi menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Tri Cahya Indra Permana sambil mengetuk palu sidang.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Persilakan HTI Banding

Suasana sidang putusan gugatan HTI diajukan di PTUN Jakarta, Senin (7/5). Pemerintah sebelumnya mencabut badan hukum HTI pada 10 Juli 2017. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan bila Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Silakan, masing-masing punya hak hukum," kata Tjahjo Kumolo dalam acara Munas BPOM 2018 di Hotel The Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Dia menegaskan, pemerintah tak melarang jika HTI akan melakukan banding terkait ditolaknya gugatan tersebut oleh Ketua Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana.

"Pokoknya sebagai organisasi di negara hukum hak-haknya kita berikan semua kok. Enggak menghambat kok. MK sudah putuskan kok. Sekarang PTUN ya kita tunggu, banding ya silahkan," Tjahjo menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya