Ancaman Pidana Pengkritik DPR

Salah satu pasal dalam revisi UU MD3 mengatur pemidanaan para pengkritik DPR.

oleh Edmiraldo Siregar diperbarui 15 Feb 2018, 09:04 WIB
Banner Infografis Pidana Pengkritik DPR

Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 menuai perdebatan. Itu karena, terdapat sejumlah pasal yang dinilai membuat DPR menjadi lembaga adikuasa.

Salah satunya, pasal 245 terkait pemeriksaan anggota DPR terkait tindak pidana. Pasal itu menyatakan, pemanggilan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lalu dilimpahkan ke presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.

"Konsekuensinya secara ketatanegaraan dia akan bahaya dia akan jadi superpower, kontrol terhadap lembaga lain akan semakin kuat," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur.

Menurut dia, UU tersebut dapat menghambat proses penegakan hukum kepada anggota DPR. Terlebih, terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

Selengkapnya seputar pengesahan UU MD3 dapat dilihat dalam Infografis di bawah ini:

Infografis Pidana Pengkritik DPR
2 dari 3 halaman

Ancaman Bagi Penghina DPR

Suasana Rapat Paripurna Pengesahan RUU MD3 menjadi UU di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan RUU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD menjadi Undang Undang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain itu, terdapat pula pasal yang mengatur seputar kritikan pada anggota DPR. Dalam UU MD3 yang direvisi itu, MKD DPR dapat melaporkan perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

"Kalau (pemberitaan) dianggap merendahkan (anggota DPR), maka potensi yang pertama kena adalah teman-teman jurnalis," kata Isnur.

Menurut dia, selama ini para jurnalis sering kali memulai berita yang berisi kritikan terhadap anggota dewan. Jika kritik tersebut dianggap sebagai penghinaan kepada DPR, MKD bisa melaporkan jurnalis itu kepada pihak Kepolisian.

3 dari 3 halaman

Bisa Gugat ke MK

ilustrasi Mahkamah Konstitusi

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan, bila masyarakat tidak setuju dengan UU MD3 yang disahkan, dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Artinya, kalau tidak setuju ya sudah. Merasa melanggar hak, ada MK," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 12 Februari 2018.

Ada delapan fraksi yang menyetujui disahkannya UU MD3 itu yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Saat pengesahan itu pun diwarnai aksi walk out dari Partai Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menginginkan adanya penundaan penggesahan dan pengambilan keputusan tingkat dua.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya