Orangutan Mati Tertembak 130 Peluru Disorot Media Asing

Kabarnya, 130 peluru yang bersarang adalah kasus peluru terbanyak dan pecahkan rekor. Apa ini jadi bukti habitat semakin tidak kondusif?

oleh Liputan6dotcom diperbarui 09 Feb 2018, 21:00 WIB
Induk orangutan lindungi anaknya dari kepungan pemburu ( Four Paws/AP)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tewasnya orangutan di Taman Nasional Kutai (TNK), kawasan Desa Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan timur, menjadi kabar buruk bagi pencinta satwa primata yang satu ini dan tentunya juga bagi kita semua.

Setelah ditemukan pertama kalinya oleh warga dalam keadaan kritis, pada Sabtu, 3 Februari 2018, orangutan tersebut akhirnya tak kuat menahan sakit dan mati pada Selasa, 6 Februari 2018, dengan banyak luka menganga.

Tidak disangka, setelah dilakukan autopsi, tim mengatakan bahwa orangutan tersebut terkena luka tembak. Tidak hanya itu, terdapat pula 130 peluru yang bersarang di beberapa bagian badan termasuk mata, yang menjadikannya buta.

Selain itu, kaki kiri orangutan tersebut hilang dan diduga karena sabetan senjata tajam. Manajer Perlindungan Habitat Centerfor Orangutan Protection (COP) Ramadhani menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sampai disorot oleh berbagai media asing.

 

2 dari 3 halaman

Peluru Sebanyak 130 Ini Pecahkan Rekor

Aktivis COP menunjukkan hasil autopsi Orangutan yang mati ditembus 130 Peluru di Bontang, Kalimantan Timur (7/2). Setelah mendapat perawatan dari tim media di Taman Nasional Kutai, Orangutan tersebut akhirnya tewas. (AFP/Center For Orangutan Protection)

"Ada media asing dari Jerman, kontak saya. Jadi, 130 peluru ini pecahkan rekor terbanyak ditemukan di tubuh orangutan, setelah kasus 102 peluru di Kalteng tahun 2012. Selain itu, peristiwa ini kembali terjadi dengan rentang waktu kurang dari 3 pekan, pasca kasus serupa orangutan mati dengan 17 peluru di Kalahien, Kalimantan Tengah," kata Ramadhani, seperti melansir Merdeka.

Banyaknya kasus pembunuhan orangutan membuat asumsi bahwa kondisi habitat satwa langka tersebut semakin terancam. Terlebih, kondisi hutan Taman Nasional Kutai (TNK) saat ini sudah tidak sama persis seperti dahulu. Hutan seluas 198.629 hektare semakin menyempit pasca dikelilingi oleh pemukiman dan perkebunan.

Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Nur Patria Kurniawan tak menampik bahwa kondisi tersebut membuat konflik antara warga setempat dan satwa semakin meningkat.

"TNK memang dikelilingi permukiman dan kebun masyarakat, dan luasannya semakin bertambah. Meningkatkan potensi konflik dengan satwa, itu sudah pasti," ujar Patria.

 

3 dari 3 halaman

Akan Batasi Area Khusus

Dari 130an butir peluru yang bersarang di tubuhnya, sebanyak 74 peluru bersarang di kepala orangutan. Ada pula luka robek yang dideritanya. (Liputan6.com/Maulana S)

Hingga kini, Patria masih berusaha untuk membatasi area khusus yang dijadikan penelitian orangutan. Namun, ia tidak bisa memastikan hal tersebut akan berhasil 100 persen mengingat pergerakan satwa yang tidak mengenal batas. Patria menekankan, satwa memiliki tiga unsur yang membuat mereka nyaman apabila terus terpenuhi.

"Yang penting, satwa itu 3 yang diperlukan. Seperti Cover, Shelter dan Water. Jadi, ketiga itu kalau ada masalah salah satunya, makan satwa itu akan bergerak," tutupnya.

Sumber: Kapanlagi.com

** Jadilah bagian dari Forum Liputan6.com dengan pengiriman artikel unik dan terkini melalui email: Forum@liputan6.com

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya