Barisan Ibu Sunda Wiwitan Adang Polwan, Eksekusi Tanah Ditunda

Saat ibu-ibu dan Polwan sudah bergeser, para bapak dan polisi laki-laki menggantikan posisi mereka.

oleh Panji Prayitno diperbarui 24 Agu 2017, 13:33 WIB
Ibu-Ibu Sunda Wiwitan usai menghadang Polwan dalam eksekusi tanah adat. Foto: (Panjit Prayitno/Liputan6.com)

Liputan6.com, Kuningan - Pengadilan Negeri (PN) Kuningan menggagalkan rencana eksekusi lahan Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Penggagalan tersebut lantaran PN Kuningan khawatir akan terjadi korban jiwa. Panitera PN Kuningan Andi Lukmana mengatakan, pihaknya bersama kepolisian sepakat menggagalkan rencana eksekusi tersebut agar tidak menimbulkan korban.

"Jadi amar putusan perkara nomor 07 tahun 2009 yang dimenangkan Djaka Rumantaka digagalkan karena kondisi tidak memungkinkan," kata Andi, Kamis (24/8/2017).

Dia menegaskan, jika ada korban, permasalahan akan lebih panjang. Namun demikian, dia memastikan penggagalan eksekusi hanya berarti ditunda.

Dia mengatakan pula, akan ada eksekusi lagi kembali di lahan tersebut. Namun, hal itu tergantung pengajuan pemohon Djaka Rumantaka untuk mengajukan eksekusi kembali.

Sementara itu, saat ekskusi, Polwan dan ibu-ibu masyarakat Adat Karuhun Urang saling berhadapan. Sempat terjadi saling dorong antara ibu-ibu Sunda Wiwitan dan Polwan. Masyarakat adat pun membuat rantai manusia agar tidak terjadi pembobolan pertahanan.

Saat ibu-ibu dan Polwan sudah bergeser, para bapak dan polisi laki-laki menggantikan posisi mereka.

"Beberapa ormas seperti GMBI, Gempur, sepakat bertahan sampai titik darah penghabisan. Dan sampai kapan pun kami akan jaga tanah leluhur kami," kata Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR), Oki Satria.

Dia mengaku akan terus berupaya melakukan langkah hukum untuk mempertahankan warisan tanah leluhur mereka. Dia menyebutkan eksekusi tersebut sudah tiga kali digagalkan.

Dalam upaya menempuh jalur hukum tersebut, masyarakat adat juga pernah berkonsultasi dengan ahli hukum adat dari UI dan Universitas Sriwijaya.

"Hasilnya tetap pengadilan tidak bisa melihat dari perspektif ahli waris, tapi harus melihat dari perspektif masyarakat adat," ujar dia.

Dia mengatakan, sebelumnya masyarakat adat pernah mengajukan gugatan perlawanan oleh penggugat Djaka Rumantaka, tapi kalah.

"Kami semua cucu Pangeran Tedja Buana, tapi dari tahun 1964 sesepuh pernah bilang lahan ini tidak boleh dibagi waris dan harus dijadikan tanah milik rakyat Sunda. Tiba-tiba salah seorang cucu melakukan gugatan dengan perspektif waris dikabulkan oleh pengadilan. Kami melawan," ia menjelaskan.

Sebelumnya, masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan terus berupaya berjuang mempertahankan tanah adat wilayah cagar budaya Gedung Paseban Tri Panca Tunggal di Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan, dari rencana eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Kuningan, Kamis ini.

Puluhan anggota masyarakat Adat Sunda Wiwitan Kabupaten Kuningan berkumpul. Mereka dibantu sejumlah LSM mengadang tim eksekusi lahan yang hendak memasuki kawasan cagar budaya dengan tidur di jalan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya