KPK Berharap Miryam Haryani Bersikap Kooperatif dengan Penyidik

KPK masih pertimbangkan sejumlah hal, termasuk perintah membawa atau jemput paksa jika Miryam kembali tidak memenuhi panggilan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 21 Apr 2017, 08:14 WIB
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - KPK meminta mantan anggota Komisi II DPR yang juga tersangka dalam pemberian keterangan palsu di persidangan kasus e-KTP, Miryam S Haryani dapat kooperatif dengan penyidik. Sebab, telah dua kali Miryam tak kunjung memenuhi panggilan.

"Sampai hari ini kami belum dapat informasi baik dari MSH (Miryam S Haryani) atau pengacara. Harusnya hari ini MSH datang, kalau ada itikat baik. Kecuali ada alasan patut," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).

Febri berkata, KPK masih pertimbangkan sejumlah hal, termasuk perintah membawa atau jemput paksa jika Miryam kembali tidak memenuhi panggilan.

"Kami pertimbangkan sejumlah hal, apakah koordinasi lanjut. Kami tunggu apakah tanggal 26 April 2017 sesuai permintaan MSH, ataukah perintah membawa. Yang pasti kami berharap Miryam bersikap kooperatif," pungkas dia.

Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan untuk Miryam sebanyak dua kali. Namun, anggota Komisi V DPR RI itu tidak memenuhi panggilan KPK.

Pada pemeriksaan pada Kamis 13 April 2017, Miryam tidak hadir dengan alasan sedang ada kegiatan lain. Sedangkan, pada pemanggilan kedua yaitu Selasa 18 April 2017, politisi Hanura itu juga tak hadir dikarenakan sedang terbaring sakit dan membutuhkan waktu istirahat selama dua hari.

KPK telah menetapkan Miryam S Haryani menjadi tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu pada saat persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Miryam saat itu tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya pada saat penyidikan.

"Tersangka MSH diduga dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugigarto," kata Febri. Atas perbuatannya, Miryam disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Tipikor.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya