Ini 'Matahari' Buatan Manusia dengan Panas 3.000 Derajat Celsius

Matahari buatan tersebut diciptakan untuk memberikan cahaya cadangan dan memproduksi gas hidrogen murni.

oleh Jeko I. R. diperbarui 30 Mar 2017, 07:30 WIB
Matahari buatan ilmuwan Pusat Antariksa Jerman. (Foto: Mirror)

Liputan6.com, Berlin - Ilmuwan Pusat Antariksa Jerman tengah menciptakan 'matahari' buatan yang ukurannya diklaim paling besar di dunia. Mesin raksasa bernama "Synlight" tersebut kelak berfungsi bisa menyediakan cahaya cadangan dengan tenaga solar, yang fungsinya sama dengan Matahari di Tata Surya.

Matahari buatan diciptakan dari 149 lampu sorot dengan teknologi energi kimia Xenon. Lampu ini biasanya digunakan di bioskop-bisokop untuk menciptakan cahaya alami yang menghangatkan.

Dilansir Mirror, Kamis (29/3/2017), matahari tersebut dibangun di fasilitas German Aerospace Centre. Bernhard Hoffschmidt, pimpinan proyek mengatakan matahari ini bisa memendarkan cahaya yang intensitasnya 10 ribu kali sama dengan Matahari sungguhan.

Ia mengungkap, suhu cahayanya bisa mencapai 3.000 derajat Celsius, di mana lampu akan dinyalakan pada satu titik dengan ukuran 20 cm x 20 cm.

Selain bisa menyediakan cahaya, Hoffschmidt juga mengutarakan bahwa tujuan perangkat ini adalah untuk memproduksi gas hidrogen. Diketahui, hidrogen adalah salah satu unsur bahan bakar yang potensial karena dapat menciptakan emisi non karbon ketika dibakar.

Artinya, gas tersebut tidak membawa dampak sama sekali untuk pemanasan global. Hidrogen juga dapat digunakan sebagai bahan bakar mobil atau pesawat terbang.

Ilmuwan pun sudah menguji coba dengan menggunakan cermin untuk memfokuskan cahaya Matahari sungguhan, agar bisa 'ditembakkan' ke air. Dengan begitu, ia dapat memproduksi uap hidrogen yang bisa dimanfaatkan untuk memutar turbin pembangkit listrik tenaga air.

"Hidrogen adalah elemen prioritas di alam semesta ini. Meski mudah didapatkan, kami belum bisa menemukan gas hidrogen murni di Bumi ini. Salah satu cara untuk memanufaktur gas hidrogen murni adalah memilah elemen air ke dalam dua komponen dengan menggunakan teknik bernama 'Electrolysis'," kata Hoffschmidt.

Foto dok. Liputan6.com

"Teknik tersebut, akan diakali dengan menggunakan energi yang bisa berasal dari Bumi, energi ini akan berasal dari cahaya matahari buatan itu," ia melanjutkan.

Hoffschmidt menerangkan, matahari buatannya saat ini masih dalam tahap ujicoba. Ia tidak dapat merampungkan proyek besar ini dalam waktu singkat, mengingat Synlight sangat boros energi.

Foto dok. Liputan6.com

Saat matahari buatan ini menyala selama 4 jam, listrik yang digunakan bisa setara dengan jumlah listrik yang dikonsumsi oleh satu rumah dengan 4 orang selama satu tahun.

"Kami mungkin butuh waktu satu dekade agar bisa menyalakan matahari ini. Tidak sekarang, tidak juga dalam waktu dekat," pungkasnya.

(Jek/Cas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya