Yasonna Laoly: Soal Aliran Dana E-KTP, Saya Tidak Ikut

Yasonna menegaskan pihaknya tidak terlibat sama sekali dalam bagi-bagi fulus proyek e-KTP yang menghabiskan Rp 5,9 triliun.

oleh Andry Haryanto diperbarui 09 Mar 2017, 12:29 WIB
Menkumham Yasonna Laoly memberikan paparan dalam rapat kerja bersama Komisi III, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9). Dalam rapat itu, Yasonna dicecar anggota Komisi III terkait kewarganegaraan Arcandra Tahar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly disebut dalam sidang dakwaan proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau E-KTP. Yasonna saat itu penganggaran proyek duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI.

"Sebagai partai oposisi kita tidak ikut cawe-cawe soal e-KTP. Dalam pembahasan program dan anggaran, Fraksi PDI Perjuangan sangat kritis," kata Yasonna kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2017).

Oleh sebab itu, Yasonna menegaskan pihaknya tidak terlibat sama sekali dalam bagi-bagi fulus proyek yang menghabiskan hampir Rp 6 triliun atau Rp 5,9 triliun.

"Sepanjang mengenai aliran dana saya pastikan saya tidak ikut. Boleh dikonfirmasi, siapa yang memberikan? Di mana?" ujar Yasonna menegaskan.

"Apalagi disebut-sebut jumlahnya, wah sangat gede itu buat ukuran saya. Yang benar saja," dia menambahkan.

Dalam sidang dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017), Jaksa menyebut sejumlah nama yang ikut kecipratan duit proyek e-KTP.

Adapun kedua terdakwa dijerat pasal 2 ayat (1) Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Pasal tersebut mengatur ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal hukuman 20 tahun penjara. Pasal ini juga mengatur denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Kedua terdakwa kasus e-KTP juga dijerat pasal 3 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Tipikor di mana kedua pejabat Kemendagri ini menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi serta merugikan keuangan negara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya