Kisah Olahan Limbah Bambu Asal Cimahi Tembus Pasar di 12 Negara

Butuh setahun untuk mengolah limbah bambu menjadi alat musik yang enak didengar.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 07 Okt 2016, 13:20 WIB
Butuh setahun untuk mengolah limbah bambu menjadi alat musik yang enak didengar. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Berawal dari keprihatinan melihat banyaknya limbah bambu di tanah air yang belum dimanfaatkan optimal, Adang Muhidin bertekad mendirikan Indonesia Bamboo Community (IBC) pada 2011 di Cimahi, Jawa Barat.

Dengan slogan eksplorasi bambu melalui alat musik bambu untuk kebangkitan industri kreatif di Indonesia, IBC berhasil melestarikan lingkungan, mengurangi pengangguran dan mengangkat derajat bambu dengan mengubahnya menjadi alat musik unik.  

"Alhamdulillah, alat musik dari bambu seperti gitar, biola dan bas ini sudah kami ekspor ke 12 negara di dua benua. Di antaranya Meksiko, Belgia, Prancis, Yunani, Inggris, Amerika, German, Jepang, India, Malaysia, Filipina dan Thailand," tutur Adang Kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2016).

Adang mengaku modal awal yang dimilikinya hanyalah uang tunai senilai Rp 100 ribu saja. Tapi, pria berambut panjang itu tidak mau menyerah dengan keadaan. Dia terus belajar mencari cara supaya bunyi yang keluar dari biola, gitar, dan bas bambu ini bisa enak didengar telinga.

Selama tujuh bulan, Adang mencari ilmu tersebut melalui buku dan internet. Setelah berhasil menemukan ilmu yang diinginkannya, ia kemudian membuat hingga menyempurnakan alat musik bambu hingga setahun kemudian.

"Setelah selesai kami buat, kami pergi ke ITB untuk meneliti dan menguji biola, gitar, dan bass bambu itu, baik mulai dari suara, akustik, desain, dan elektronya," kata Adang.

Sempat Minder

Alat musik tersebut juga sempat dipamerkan Java Jazz Festival. Ia mengaku sempat minder dan malu dengan produk lain yang dipamerkan karena hanya berbahan bambu. Namun, di ajang itulah, Adang akhirnya kebanjiran pesanan baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Jepang dan Yunani.

Ia bahkan tak menyangka biola bambu yang diciptakannya sempat ditawar seharga Rp 3 juta per buah. "Saya kira biola bambu ini hanya laku kisaran Rp 1 juta. Ternyata, malah diminta orang Jepang sebesar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Tapi saya tidak kasih. Saya bilang ke orang itu kalau ingin produk ini, tunggu setahun kemudian," ucap Adang.

Tepat setahun kemudian, Adang mulai menekuni bisnis alat musik modern tersebut. Dia mulai memproduksi alat musik tersebut dan bekerja sama dengan beberapa teman-temannya.

Adang mematok harga bervariasi. Untuk gitar, harganya mulai Rp 3,5 juta hingga Rp 10 juta per buah. Sementara, harga gitar bass mulai Rp 7 juta hingga Rp 18 juta per buah, dan biola mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta per buah.

"Alhamdulillah, penjualan tahun 2015 mencapai Rp 441 juta. Sedangkan, target penjualan tahun 2016 adalah Rp 662 juta," kata Adang.

Adang menegaskan akan terus mengembangkan inovasi-inovasi baru pembuatan alat musik dari bambu ini. "Berikutnya, kami akan memproduksi alat musik piano dari bambu. Mudah-mudahan inovasi baru ini juga diminati semua orang layaknya gitar, piano dan bass bambu," ujar Adang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya