Pornografi Rusak Otak Anak, Waspadalah

Psikolog Elly Risma mengatakan di era serba teknologi saat ini orang tua harus tegas dalam mengawasi anak dalam mempergunakan media sosial.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Agu 2016, 14:00 WIB
Pendidikan tinggi gak jamin akal berpikir panjang. Suami-istri di Jakarta ini cari duit instan dengan cara jadi pemain film porno. Miris!

Liputan6.com, Bogor - Psikolog Elly Risma mengatakan di era serba teknologi saat ini orang tua harus tegas dalam mengawasi anak dalam menggunakan sosial media. "Jika orang tua lengah, dampak dari sosial media tersebut memudahkan akses terhadap tontonan maupun bacaan berisi konten kekerasan, pornografi, seks dan lainnya," kata Elly dalam acara rapat koordinasi jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Menurut dia, penggunaan sosial media tanpa pengawasan orang tua akan berakibat anak terpapar pornografi dan gaya hidup yang tidak sehat, menyebabkan anak berpotensi menjadi korban maupun pelaku.

"Karena otak anak belum bersambungan, mereka cenderung meniru dan ingin tahu terhadap hal-hal baru," katanya.

Elly menjelaskan, pornografi berdampak besar terhadap kerusakan otak sama seperti penyalahgunaan narkoba. Karena, keduanya menimbulkan efek kecanduan yang berlebihan.

Proses kerusakan otak dimulai dari melihat pornografi, penasaran, pelepasan dopamin dalam otak, kecanduan, tingkat pengetahuan seksual meningkat yang kemudian berlanjut untuk melakukan.

"Pengawasan menjadi tanggung jawab kita bersama, kita selamatkan anak bangsa dari berbagai kejahatan maupun kekerasan seksual terhadap anak maupun perempuan," kata wanita berdarah Aceh tersebut.

Psikolog spesialis pengasuhan anak itu menyebutkan, sepanjang 2015 terdapat 3.971 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, salah satunya kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah terdapat di 28 provinsi.

Direktur pelaksana di Yayasan Kita dan Buah Hati itu menyebutkan, terdapat tiga bentuk kekerasan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yakni kekerasan seksual dengan kata-kata yang dimulai dari bicara, komentar, SMS, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual melalui kata-kata.

Perilaku seksual tanpa persetujuan seperti mengintip orang mandi, ganti baju dan lainnya, serta pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual dengan memaksa, mengancam orang lain, kekerasan dan kejahatan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan.

"Persoalan ini dapat mengancam masa depan bangsa kita, karena pelaku kekerasan seksual saat ini berasal dari semua kalangan mulai dari pelaku anak-anak, remaja atau pun orang dewasa, baik orang dekat atau dikenal maupun tidak dikenal anak," katanya.

Ia menjelaskan, pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya menggunakan strategi seperti membangun kedekatan, membujuk, dan mengancam. "Bahkan perempuan pun saat ini bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut," katanya.

Elly menambahkan, yang terpenting dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui tujuh pilar pengasuhan anak, yang terdiri dari kesiapan menjadi orangtua, dalam pengasuhan ayah harus terlibat, tetapkan tujuan pengasuhan anak, komunikasi yang baik, benar dan menyenangkan, kemudian tanamkan nilai agama yang kuat, menyiapkan masa balig anak, dan bijak memanfaatkan teknologi.

"Melalui kegiatan rakor jejaring kemitraan tata laksana penanganan kasus, diharapkan seluruh masyarakat dapat membuka mata dan hati melakukan yang terbaik dalam menekan dan mencegah terus bertambahnya korban kasus tersebut," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya