Usaha Rintisan di Indonesia Harus Lebih Berani

Usaha rintisan, atau karib disebut startup, di Indonesia harus lebih berani menggarap pasar global.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 27 Jul 2016, 09:50 WIB
Jeff Quigley, SEA Regional Manager Fenox, saat akan mengumumkan pemenang dalam roadshow Kota Bandung dalam helatan Startup World Cup (SWC)-Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Selasa (26-7-2016). Liputan6.com/Muhammad Sufyan

Liputan6.com, Bandung - Usaha rintisan, atau karib disebut startup, di Indonesia harus lebih berani menggarap pasar global.

Menurut Jeff Quigley, manajer Fenox Venture Capital untuk regional Asia Tenggara, mayoritas usaha rintisan di tanah air sudah mampu menampilkan produk dan layanan solutif.

"Mereka mampu menawarkan problem solver keseharian, solusi berbagai masalah mayoritas masyarakat Indonesia. Ini tren yang baik di tengah berbagai keterbatasan infrastruktur Indonesia," tutur Jeff kepada Tekno Liputan6.com seusai roadshow gelaran Startup World Cup (SWC)-Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Selasa (26/7/2016) petang, di kota Bandung.

Sebagai perusahaan pemodal ventura (venture capital firm), Fenox di Indonesia mengucurkan dana bagi sejumlah rintisan potensial seperti HijUp (fesyen), Alodokter (kesehatan), Bridestory (gaya hidup), hingga Talenta (peranti lunak sumber daya manusia).

Di seluruh dunia, selain di Asia Tenggara, mereka juga menyuntikkan modal bagi usaha rintisan digital di kawasan Amerika Utara, Korea Selatan, Jepang, hingga Bangladesh.

Jeff melanjutkan, akses transportasi maupun internet di Indonesia memang belum merata, namun akses seluler dan ponsel cerdas terus meningkat. Karena itulah, di tengah berbagai keterbatasan, justru banyak peluang yang bisa diraih.

"Dalam 1 persen problem, bisa terdapat 99 persen peluang solusi. Karena itu, masyarakat Indonesia dengan berbagai keterbatasan, malah menyimpan banyak potensi yang bisa digarap usaha rintisan," kata Jeff menambahkan. 

Sayangnya, mantan editor Tech in Asia di Jepang tersebut menilai pelaku usaha rintisan banyak yang terpaku sekadar menuntaskan problematika di dalam negeri dan melupakan peluang lebih besar di kancah global. Seharusnya, menurut dia, orientasi pasar tanah air harus sekaligus menangkap peluang internasional, sehingga kelak bisa lahir unicorn asal Indonesia yang tidak jago kandang.

"Mungkin ini kelemahan utama startup Indonesia, yang hanya berfokus di pasar Indonesia. Kita harus lebih berani, lebih percaya diri bahwa produk dan layanan dibutuhkan sebagai solusi secara global," pungkasnya.

(Msu/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya