Penurunan Cadangan Devisa China Terparah Sejak Mei 2012

Pada Januari 2016 cadangan devisa China turun sebanyak US$ 99,5 miliar menjadi US$ 3,23 triliun.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 08 Feb 2016, 18:30 WIB
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Cadangan devisa China terus tergerus dalam tiga bulan terakhir. Turunnya cadangan devisa yang dimiliki oleh negara Tirai Bambu ini merupakan dampak dari langkah Bank Sentral China untuk mempertahankan nilai yuan dan mencegah aliran modal keluar.

CNBC melaporkan, pada Januari 2016 cadangan devisa China turun sebanyak US$ 99,5 miliar menjadi US$ 3,23 triliun yang merupakan level terendah sejak Mei 2012. Meski begitu, angka itu masih lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang memperkirakan hanya US$ 3,20 triliun.

Penurunan cadangan devisa terbesar pernah terjadi pada Desember dengan nilai mencapai US$ 107 miliar. Bank Sentral China memang sedang berupaya keras untuk menopang yuan setelah melakukan devaluasi pada awal Agustus.

Cadangan devisa China saat ini masih terbesar di dunia meski kehilangan sebanyak US$ 420 miliar dalam enam bulan terakhir. Pada tahun 2015 total penurunan devisa sekitar US$ 513 miliar.

Regulator mengatakan jika perdagangan dan investasi menyebabkan penurunan devisa sebesar US$ 342,3 miliar pada tahun 2015. Kemudian nilai tukar dan perubahan harga aset menyebabkan penurunan sebesar US$ 170,3 miliar.

Penurunan devisa diperburuk oleh banyaknya perusahaan lokal yang membayar utang luar negeri sehingga meningkat pembelian dolar AS.

Devaluasi yuan mengindikasikan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi China serta kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS). "Pelonggaran moneter sangat dibutuhkan di tengah ekonomi yang melambat. Tapi modal keluar secara natural akan memperketat kebijakan moneter," kata Ekonom Senior Commerzbank Hao Zhou.

Dia mengatakan untuk mencegah depresiasi yuan lebih cepat Bank Sentral China harus melepas cadangan devisanya. "Sementara itu untuk mencegh nilai tukar dari cepatnya depresiasi, People's Bank of China (PBOC) harus menjual cadangan devisa yang akan memperketat likuiditas," ungkap dia. (Amd/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya