Ketika Natal Berpadu Kultur Betawi di Gereja Kampung Sawah

Para jemaat Kampung Sawah banyak yang mengenakan peci dan kerudung, yang umumnya dikenakan masyarakat Betawi.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 25 Des 2015, 20:00 WIB
Para jemaat Kampung Sawah banyak yang mengenakan peci dan kerudung, yang umumnya dikenakan masyarakat Betawi.

Liputan6.com, Jakarta - Berbeda dari lainnya di Jakarta, sebuah gereja di wilayah perbatasan Ibu Kota tepatnya di Pondok Melati, Bekasi merayakan Natal dengan nuansa Betawi.

Gereja Katolik Santo Servatius Kampung Sawah menunjukan konsistensinya meneruskan budaya leluhur, yakni budaya Betawi. Termasuk pada perayaan Natal tahun ini.

Nuansa perayaan kelahiran juru selamat Yesus Kristus ini, dikemas dengan nuansa budaya Betawi. Para jemaat Kampung Sawah banyak yang mengenakan peci dan kerudung, yang umumnya dikenakan masyarakat Betawi, serta umat muslim.

"Natal kali ini Betawiannya kita fokuskan jam 9 tadi pagi, diisi dengan tarian dari anak-anak juga," ujar Matheus Nalih, pengurus Gereja Katolik Santo Servatius Kampung Sawah, Bekasi, Jumat (25/12/2015).

(Liputan6.com/FX Richo Pramono)

"Pakaian dan lagu-lagunya juga khas Betawi Kampung Sawah. Pakai baju koko, peci, dan perempuannya pakai kerudung. Kita mencoba untuk memperkenalkan nuansa itu bisa dimulai dari anak-anak," sambung dia.

Pria yang akrab disapa Bang Nalih tersebut menyatakan, tradisi budaya Betawi telah dilaksanakan sejak ratusan tahun lalu. Sejak gereja tersebut pertama kali terbentuk, sebagai awal cikal bakal Gereja Betawi Kampung Sawah.

"Gereja Kampung Sawah itu sejak 1896. Dimulai dari 18 orang asli Kampung Sawah yang dibaptis menjadi Katolik. Kemudian dari situ sekitar 1922 berdirilah gereja yang pertama. Sampai saat ini," lanjut dia.  

 

Rutinitas

Ternyata, gereja Katolik Kampung Sawah ini tidak hanya menyelenggarakan ibadat dengan kultur Betawi pada perayaan hari besar. Gereja Betawi itu konsisten melestarikan di setiap ibadat tiap bulan.

"Kita menggunakan kesempatan setiap minggu pertama tiap bulan, mengemas misa dalam inkulturasi Betawi. Itu artinya tidak hanya pakaian, tapi juga aksesoris, dan bahasa Kampung Sawah asli," ujar Nalih.

"Kami mencoba untuk mengapresiasi dialeg itu tidak hilang itu dengan memulai 2 tahun belakangan ini dengan gencar. Tradisi inkulturasi sudah dari 1996 itu sudah mulai kita apresiasi, bertepatan dengan gedung baru yang sekarang ini berdiri," sambung dia.

(Liputan6.com/FX Richo Pramono)

Kendati, tidak seluruhnya umat Gereja Kampung Sawah asli warga Betawi. Banyak di antara mereka berasal dari suku-suku lainnya. Namun, pelestarian budaya tersebut tidaklah menjadi pembatas bagi umat lainnya.

"Suku lain tidak pernah keberatan. Bahwa prinsip yang paling mendasar adalah siapa yang tinggal dan makan di Kampung Sawah, yang mencari kerja di Kampung Sawah, yang minum dari air Kampung Sawah, itu harus masuk pada suatu konsep menjadi orang Kampung Sawah. Jadi dengan apa yang dikembangkan bernuansa Kampung Sawah, mereka tidak keberatan," pungkas Nalih.

Perayaan Natal di Gereja Kampung Sawah berjalan dengan semarak dan hikmat sejak Kamis malam. Ribuan umat yang sebagian mengenakan pakaian Betawi, mencurahkan kegembiraannya bersama keluarga, merayakan Natal di gereja ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya