Liputan6.com, Massachusetts - Misteri terbesar dari patung Pulau Paskah yang ikonik, patung Moai adalah bagaimana mereka berpindah dari ujung pulau ke ujung lainnya, tanpa teknologi modern.
Penduduk asli bersikeras kepada pendatang dari Belanda, bahwa bongkahan batu raksasa patung itu berjalan sendiri. Ini terdengar seperti kepercayaan jalan dulu, namun, sebuah ilmu fisika menunjukkan bahwa itu mungkin.
Musim semi 2015, mahasiswa kelas Megalithic Robotics di Massachusetts Institute of Technology (MIT) mendirikan tugu batu McKnelly. Pembangunannya bertujuan untuk membuktikan, bahwa objek ukuran ratusan kilogram sesungguhnya bisa didorong oleh tangan, menurut Mental Floss, Senin 14 Desember 2015.
Tugu didirikan dalam waktu beberapa minggu dengan bahan beton yang dicampur fiberglass dan bagian inti busa. Dengan bobot 907 kg, tugu memang jauh lebih ringan dari patung Moai Pulau Paskah, namun fakta bahwa tugu bisa digeser dengan sentuhan jari merupakan penemuan luar biasa.
Baca Juga
Advertisement
Tugu raksasa (megalit) sepertu tugu MIT ini dan patung Pulau Paskah didesain sedemikian rupa sehingga bisa digulingkan atau diguncangkan dalam jarak jauh dengan gerakan yang dikalkulasi secara hati-hati. Selama bagian inti objek diposisikan di tempat yang tepat, objek bisa bergerak dengan mudah, berapapun bobotnya.
Bagaimana metode bisa digunakan di Pulau Paskah 1.000 tahun lalu dijabarkan di situs MIT Architecture.
"Dalam cara serupa kulkas didorong menuju tempatnya, patung Moai ditarik maju mundur menggunakan tali, dengan cara sama untuk memindahkan tugu raksasa. Penemuan (kembali) ini membawa arti baru dalam kepercayaan bahwa patung 'jalan sendiri'," tulis situs itu.
Megalit MIT didirikan dengan cara serupa. Dengan kecepatan 91,5 meter per jam, sekumpulan kecil tim mendorong patung dalam posisi final dan mendirikannya dengan tambang.
Mengkonstruksi megalit ukuran besar untuk universitas tidak dimaksudkan sebagai kurikulum kelas. Para mahasiswa membangun tugu itu untuk asisten dosen mereka Carrie Lee McKnelly yang meninggal dunia dalam bencana kebakaran, semester lalu.
Megalit secara tradisional dibuat untuk memperingati nenek moyang yang sudah berpulang. Proyek itu menjadi sebuah penghargaan yang menyentuh sekaligus demonstrasi cerdas arsitektur kuno.