Pasca-Pemboman, Pemerintah Turki Blokir Twitter

Pemblokiran tidak hanya diperuntukan bagi sejumlah situs berita setempat. Tapi juga berlaku bagi media sosial seperti Twitter dan Facebook.

oleh Eko Dimas Ryandi diperbarui 11 Okt 2015, 10:09 WIB
Dibukanya kembali akses Twitter bagi masyarakat Turki menuntut sejumlah syarat.

Liputan6.com, Ankara - Pemerintah Turki telah mengeluarkan larangan keras bagi media yang memberitaan pemboman dalam aksi unjuk rasa damai di Ibukota Turki, Ankara.

Pemblokiran tidak hanya diperuntukan bagi sejumlah situs berita setempat. Tapi juga berlaku bagi media sosial seperti Twitter dan Facebook.

Dewan Tertinggi Pengawas Radio dan Televisi Turki (RTUK), bahkan sudah mengelurkan perintah pelarangan untuk menanyangkan gambar-gambar peristiwa pemboman tersebut.  

Lewat website resminya RTUK juga merilis pernyataan resmi perdana menteri Turki yang menyebutkan, "Perdana menteri turki telah memberlakukan pelarangan siaran sementara terkait peristiwa serangan teror yang dilakukan di Ankara pagi ini."

Juru bicara pemerintah mengatakan, penertiban adanya gambar yang menunjukkan peristiwa ledakan mengerikan itu sengaja dilakukan. Karena tayangan tersebut hanya akan menciptakan situasi panik.

Karena itu, dirinya memberi peringatan pada organisasi media yang masih tidak mematuhi perintah tersebut dengan memadamkan aliran listriknya.

Sementara itu, masyarakat Turki melaporkan bahwa Twitter di negaranya telah ditutup dan tak dapat diakses termasuk menutup sementara jaringan internet yang paling populer di Turki yakni Turkcell dan TTNET. Beberapa orang juga mengatakan mereka tidak dapat mengakses Facebook sesudah peristiwa ledakan itu terjadi.

Pemblokiran media sosial itu diberlakukan pemerintah Turki karena meningkatnya aksi protes yang memicu kecaman dunia internasional dalam beberapa tahun terakhir ini.

Menteri Dalam Negeri Turki Selami Altinok, menolak untuk mengundurkan diri ketika ditanya oleh wartawan, terkait peristiwa pemboman yang terjadi karena tidak adanya pengamanan dalam aksi damai tersebut.

Dua bom kuat meledak di dekat stasiun kereta api di Ankara sekitar pukul 10.00 waktu setempat, Sabtu 10 Oktober 2015. Ledakan itu terjadi tepatnya di dekat lokasi aksi damai sebuah kelompok yang menuntut diakhirinya konflik berdarah antara separatis Kurdi, Partai Pekerja Turki (PKK), dengan tentara pemerintah.

Ledakan bom kembar ini menewaskan paling tidak 95 orang dan melukai 246 orang lainnya. Peristiwa ini disebut sebagai serangan paling mematikan di Ibukota Turki dalam sejarah negara yang melewati dua benua, Asia dan Eropa itu.

Jumlah korban yang diumumkan oleh staf perdana menteri itu lebih rendah dari data lansiran oleh Turki Medical Association. Lembaga tersebut mencatat 97 orang tewas dan lebih dari 400 orang luka-luka.

Sementara, staf perdana menteri mengatakan ada 48 korban dalam perawatan intensif. Namun, belum ada keterangan soal perbedaan jumlah itu, sebut CNN.

Mayoritas korban merupakan demonstran yang menyerukan diakhirinya konflik baru antara separatis Kurdi, PKK dan pemerintah Turki.

Seperti dilansir BBC, Sabtu (10/10/2015), rekaman gambar TV memperlihatkan kepanikan dan orang-orang bergelimpangan di jalan berlumuran darah, di antara papan-papan protes mereka.

Pemerintah sedang menyelidiki kemungkinan adanya bom bunuh diri dalam serangan yang paling besar dalam sejarah Turki modern ini.

Ada sekitar 14.000 orang tengah berada di kawasan itu saat bom meledak.

"Total 97 orang telah dibunuh, 68 di antaranya meninggal tepat setelah ledakan itu, sedangkan 29 dari mereka terluka parah dan dikirim ke rumah sakit dan meninggal disana," kata dr Huseyin Demirdezen, Kepala Dewan Turki Medical Association. (Dms/Rie)



 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya