Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus melambat dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Bahkan di semester II tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 4,7 persen, level terendah dalam 3 tahun terakhir.
Tantangan ekonomi nasional bertambah karena kondisi pasar keuangan Indonesia sedang tidak stabil dengan keluarnya dana-dana asing yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga ke level 14.000 per dolar AS.
Dengan berbagai indikator tersebut banyak kalangan yang mengatakan Indonesia akan dilanda krisis yang sebelumnya pernah dialami pada 1998. Namun peryataan itu langsung dibantah oleh Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro.
"Tidak, kondisi masih terkendali, tidak krisis atau jauh dari krisis, kenapa? Kalau dibandingkan dengan 1998 jauh beda," tegas Bambang di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Dibuktikan Bambang, ada beberapa indikator yang menunjukkan kondisi Indonesia saat ini lebih kuat jika dibandingkan pada tahun 1998 saat terjadi krisis ekonomi global.
Pertama soal inflasi, dikatakan Bambang pada tahun 1998 inflasi Indonesia mencapai puluhan persen, sedangkan tahun ini, sampai semester I 2015 hanya sekitar 2 persen.
Sementara jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, saat ini meski melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih 4,7 persen pada semester I, dan ini masih dalam kategori tinggi dibanding negara-negara G-20. Sedangkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi minus 14 persen.
Hal ketiga yang dikatakan Bambang, Current Account Defisit Indonesia saat ini dalam tren perbaikan. Hal itu juga ditambah kondisi liquiditas perbankan yang dikatakannya masihs angat kuat dan melimpah.
"Semua segala macam masih sehat, kondisi ekonomi sekarang beda dengan 1998, londisi masih terkendali, jadi kita mesti optimistis," tegas Bambang. (Yas/Gdn)
Ini Bukti Indonesia Kini Lebih Kuat Dibanding 1998
Tantangan ekonomi nasional bertambah karena kondisi pasar keuangan Indonesia sedang tidak stabil.
diperbarui 25 Agu 2015, 18:06 WIBPertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkutat di angka 4.7 persen, apa faktor penyebabnya?
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
189 Ribu Benih Lobster dari Pulau Jawa Gagal Diselundupkan ke Malaysia
Tito Sambut Wacana Revisi UU Politik Lewat Omnibus Law, Akan Lapor Prabowo Dulu
Kronologi Truk Kontainer Ugal-ugalan di Tangerang: Lawan Arah hingga Tabrak Lari
Ngebet Ingin Boyong ke Old Trafford, Video Kiriman Manchester United Malah Dicuekin Pemain Bintang
Amalan Supaya Doa Mustajab dan Punya Jatah Pohon di Surga, Dibongkar Gus Baha
Wakil Ketua Baleg DPR Pertanyakan Kata "Perampasan" pada RUU Perampasan Aset
Target Swasembada Pangan 4 Tahun, Ini Pesan dari Guru Besar UGM
Bocoran Tren Kecantikan 2025, Lebih Simpel sampai Tidak Semata Penampilan Fisik
Studi Ungkap Hal yang Terjadi saat Matahari Mati
Emang Beda! Nasihat Gus Baha saat Bekas Orang Kaya Curhat Jatuh Miskin dan Dijauhi Teman
Nusron Wahid Ungkap Ada 537 Perusahaan Kelapa Sawit Beroperasi Tanpa Izin Selama 8 Tahun
Sudah Jadi Wakil Presiden, Beredar Foto Gibran Rakabuming Raka Jajan Telur Gulung Bareng Selvi Ananda