Ongkos Naik LRT Dibanderol Rp 1.000 per Km

LRT akan menghubungkan wilayah Jabodetabek.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 03 Jun 2015, 17:55 WIB
Light Train/Light Rail Transi (LRT)

Liputan6.com, Jakarta - PT Adhi Karya ditunjuk sebagai kontraktor pembangunan moda transportasi massa  Light Rail Transit (LRT) yang menghubungkan Jakarta Tangerang Bogor Bekasi (Jabotabek).

Pengoperasian LRT bertujuan untuk mengurai kemacetan. Namun berapa ongkos untuk menaiki LRT?.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengungkapkan, saat ini tarif untuk LRT masih dalam tahap penyelesaian. Namu jika berdasarkan rancangan awal tarif LRT Rp 1.000 per kilometer (km).

"Tarif masih difinalisasi, kemarin itu kalau kita menghitung Rp 1.000 per km," kata Rini di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Menurut Rini, pemerintah tidak akan memberikan subsidi untuk menomboki tarif LRT. Pasalnya, modal pembangunan LRT murni berasal dari PT Adhi Karya.

" Nggak ada (subsidi). Rencananya tidak ada subsidi saat sekarang pembangunan 100 persen BUMN," tuturnya.

Rini menambahkan, untuk membangun LRT, Adhi Karya mendapat dana dari  Penyertaan Modal Negara (PMN) dan penerbitan  saham baru (rights issue).

Right issue dilakukan pada bulan depan dengan besaran nilai Rp 3 triliun. Selain PNM dan right issue, Adhi Karya juga akan mencari tambahan dana dari pinjaman jangka panjang.

"Dalam waktu satu bulan mendatang sehingga ini adalah modal pembangunan LRT itu. Yang nantinya juga ada tambahan pinjaman jangka panjang," terangnya.

Senada dengan Rini, Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Kiswodharmawan sebelumnya mengungkapkan nantinya tarif yang dikenakan kepada masyarakat sebesar Rp 1.000 per km.

"Berarti kalau dari Cibubur-Cawang-Dukuh Atas kurang lebih 30 km ya Rp 30.000,”‎ kata Kiswo.

Dengan tarif sebesar itu, bagi masyarakat sekitar Jakarta yang ingin memanfaatkan LRT sebagai armada transportasi setiap harinya, di mana hitungan satu bulan hari kerja sebanyak 22 hari, maka mereka harus merogoh kocek kurang lebih Rp 1,3 juta per bulan.

‎Soal apakah harga tersebut sudah ekonomis, Kiswo mengingatkan jika proyek pembangunan LRT ini adalah investasi biasa, jadi harus masuk kategori bankable.

Sementara mengenai pendanaan, menurut Kiswo, sumbernya berasal dari korporasi dan sebagian dari Penyertaan Modal Negara (PMN).  Adapun pendanaan Adhi Karya sendiri 30 persen berasal dari dana internal perusahaan, sedang 70 persen sisanya merupakan pinjaman.

Kiswo mengaku, Adhi Karya sampai sejauh ini belum membentuk konsorsium untuk pembangunan LRT itu. Namun diharapkan segera terbit payung hukum dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) untuk mulai pembangunan LRT itu. Diharapkan Mei ini, Perpres dimaksud sudah keluar.

“Kita berharap ada Perpres penugasan setelah itu baru kita masuk technical aspect sama financial aspect,” pungkas Kiswodarmawan. (Pew/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya