Jokowi Disarankan Undang WNI Pro-ISIS Makan Bareng

"Pak Jokowi dikenal dengan strategi nguwongke atau memanusiakan manusia, ini bisa dicoba pada kelompok-kelompok pro Isis."

oleh Liputan6 diperbarui 25 Mar 2015, 14:42 WIB
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Jika pemerintah tidak segera bertindak, dikhawatirkan gerakan radikal ini akan semakin leluasa melebarkan pengaruh dan paham mereka di Tanah Air.  

Peneliti terorisme Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai, keberadaan ISIS tidak hanya merugikan masyarakat tapi akan membebani Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Karena itu, pemerintah perlu membuat formula khusus untuk mengatasi gerakan ISIS di Indonesia.

"Sejak 2002 penindakan terhadap orang-orang yang dianggap radikal oleh Densus Polri selalu keras. Tangkap, penjarakan, bahkan ada yang tewas. Akibatnya siklus dendam tak selesai, ada terus," kata Ridlwan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (25/3/2015)

Dia mencontohkan, salah satu terduga anggota gerakan ISIS yang ditangkap polisi, Engkos Koswara alias Jack yang awalnya adalah seorang mantan napi kasus biasa di LP Cipinang. Namun sejak dalam lapas, Koswara justru berubah menjadi militan.

"Begitu keluar LP dia bergabung dengan kelompok pro-ISIS dan menjadi salah satu perekrut," lanjut Ridlwan. Koswara akhirnya ditangkap Densus 88 Sabtu 21 Maret lalu.

Dari kejadian ini, ucap Ridlwan, tindakan keras terhadap kelompok-kelompok radikal itu bukanlah solusi yang tepat. Penindakan keras justru memunculkan soliditas dan kemantapan hati untuk membangkang pada negara.

"Sudah saatnya ada strategi baru, strategi lunak, ajak mereka berdialog dan makan bersama," ujar pemegang gelas master Kajian Stratejik Intelijen UI tersebut.

Menurut Ridlwan, hal ini bukan sesuatu yang sulit dilakukan Presiden Jokowi. Mengingat saat Jokowi menjadi Walikota Solo, dia berhasil memindahkan PKL di Banjarsari setelah 54 kali makan bersama. Setelah pertemuan yang berulang-ulang itu, PKL akhirnya luluh dan mau menaati saran Jokowi untuk direlokasi.

"Pak Jokowi dikenal dengan strategi nguwongke atau memanusiakan manusia, ini bisa dicoba pada kelompok-kelompok pro-ISIS," jelas dia.

Ridlwan meyakini, jika pendekatan tangkap, penjarakan, atau tembak terus dilakukan, justru para militan semakin bersemangat melakukan perlawanan. "Ingat, mereka yang sudah berbaiat ISIS meyakini mereka bukan lagi WNI. Artinya, mereka tak perlu patuh lagi pada hukum NKRI. Ini bisa berbahaya," kata Ridlwan.

Dia menambahkan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin bisa mewakili Jokowi membuka dialog dengan kelompok-kelompok pro-ISIS. "Tokoh-tokohnya jelas dan bisa ditemui kok. Misalnya Amman Abdurahman yang sekarang dipenjara di Nusakambangan."

Dengan pendekatan lunak yang terus menerus, diharapkan bisa merubah keyakinan kelompok pro ISIS dan kembali pada pangkuan NKRI. "Kalau mereka selalu dianggap musuh, penyakit, atau kelompok jahat, ya selamanya siklus teror tidak selesai. Sudah saatnya Pemerintahan Jokowi memperbaiki kesalahan strategi rezim sebelumnya," pungkas Ridlwan.

Pemerintah mencatat, 56 WNI telah bergabung dengan kelompok teroris itu, sementara 514 lainnya diduga menjadi bagian dari ISIS. Diduga banyak WNI bergabung ke ISIS karena iming-iming ekonomi. (Sun/Mut)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya