Kisah Fanisa, Tsunami Aceh Hingga Perdagangan Anak Malaysia

Saat Sabariah meninggal, Fanisa berumur 10 tahun. Sejak itu dia hidup sebatang kara menjadi gelandangan di jalanan.

oleh Windy Phagta diperbarui 19 Des 2014, 16:17 WIB
Fanisa Rizkiam (kanan). (Liputan6.com/Windy Phagta)

Liputan6.com, Banda Aceh - 10 Tahun menghilang, Fanisa Rizkiam akhirnya kembali ke kampung halamannya di Aceh. Gadis berumur 15 tahun itu dipulangkan dari Malaysia pagi ini, melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.

Kini gadis korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 lalu itu, diduga menjadi korban human trafficking atau perdagangan manusia. Fanisa dijadikan TKI di Malaysia 5 bulan lalu oleh salah satu agen TKI ke Malaysia dengan dugaan pemalsuan data.

"Waktu tsunami saya dititip sama Bu Sabariah, habis itu saya dibawa ke Medan," kata Fanisa memulai kisah masa lalunya di Banda Aceh, Aceh, Jumat (19/12/2014).

Sabariah merupakan tetangga Fanisa di Banda Aceh. Saat tsunami memorak-porandakan Aceh, keluarga Fanisa menitipkannya kepada Sabariah untuk diselamatkan dari amukan gelombang tsunami. Saat itu Fanisa berumur 5 tahun.

Namun setelah itu, Fanisa dan Sabariah menetap di Medan dan tidak mendapatkan lagi informasi mengenai keluarganya di Aceh.

"Udah coba cari-cari informasi tapi nggak ketemu, sampai ibu Sabariah meninggal," kenang Fanisa.

Saat Sabariah meninggal, Fanisa telah berumur 10 tahun. Sejak itu dia pun hidup sebatang kara menjadi gelandangan di jalanan.

"Saya nggak diterima sama keluarga Bu Sabariah, sehingga saya diusir. Sejak itu saya hidup di jalanan, kadang-kadang kerja warnet," cerita dia.

Fanisa berkelana di jalanan kurang lebih selama 4 tahun hingga dia bertemu dengan Ida. Kisah perdagangan anak pun dimulai. Ida kemudian menawarkan pekerjaan sebagai TKI yang akan bekerja di sebuah restoran di Malaysia.

"Ketemu Bu Ida di jalanan. Janjinya saya mau dikasih kerjaan di restoran orang Melayu, tapi rupanya dikerjakan di restoran India," beber gadis berambut lurus itu.

Tak Terima Upah dan Alami Kekerasan

Fanisa diberangkatkan oleh salah satu agen TKI dengan memalsukan data. Menurut dia, nama aslinya adalah Cut Lisa Fanisa, namun agen tersebut mengubah namanya menjadi Fanisa Rizkia. Umurnya yang baru 15 tahun disulap lebih tua 3 tahun hingga cukup menjadi syarat TKI.

Selama bekerja di Malaysia, Fanisa tidak pernah menerima upah dari agen tersebut. Ia juga kerap mendapat perlakuan kasar dari agen yang mempekerjakan dia.

"Majikan baik, tapi agennya nggak pernah bayar upah. Saya kerja jaga baby dan cuci baju," kenang Fanisa lirih.

Fanisa kemudia ditemukan dan diselamatkan petugas Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Oleh KBRI, dia dikarantina hingga Pemerintahan Aceh menjemputnya.

Kini Fanisa telah berada di Aceh, ia ingin berkunjung ke Mon Geudong, Lhokseumawe yang merupakan satu-satunya nama kampung yang ada di ingatannya.

Fanisa juga akan diajak berkeliling Kota Banda Aceh untuk mencari kerabat dan familinya. "Saya mau ke Aceh, mau ketemu keluarga," tutur Fanisa meneteskan air mata. (Rmn/Sss)

 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya