Kasus Transjakarta, Kejagung Akui Ada Laporan Masyarakat

Selain berawal dari laporan masyarakat, Kejagung juga mengakui atas inisiatif penyidik menangani kasus dugaan korupsi Transjakarta.

oleh Edward Panggabean diperbarui 27 Jun 2014, 18:11 WIB
Gedung Kejagung

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono membantah kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta sebesar Rp 1,5 triliun itu limpahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pria yang akrab disapa Pramono itu mengatakan, kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan juga peran penyidik.

"Laporan masyarakat ada, dan inisiatif dari penyidik juga ada," singkat Pramono di Kejagung, Jakarta, Jumat (27/6/2014).

Namun pernyataan Pramono berbeda dengan pernyataan Koordinator Forum Warga Kota (Fakta) Azaz Tigor Nainggolan. Ia kaget laporan dugaan korupsi itu ditangani Kejagung, karena sedari awal laporan itu disampaikan ke KPK pada 24 Februari 2914.

"Saya sebagai fakta melaporkan kasus ini 2 kali. Pertama 24 Februari 2014 ke KPK dan awal Maret. Namun, belakangan saya mengetahui pada akhir sekitar 28 Februari ada surat perintah penyelidikan dalam korupsi Transjakarta di Kejagung. Padahal, saya laporkan ke KPK bukan Kejagung," ucap Tigor saat dihubungi Liputan6.com.

Tigor pun merasa ada kejanggalan dalam kasus yang kini ditangani Kejagung itu. Seperti Kejagung dalam penyidikan kasus ini yang dianggap kurang transparan dan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Kenapa kita lapor ke KPK? Agar ditangani independen dan terbuka. Kalau di Kejagung kita tidak bisa ngapa-ngapain kan? Terkesan tertutup di sana, apalagi ada aturan SP3," ujarnya.
 
"Kalau di KPK kan tidak ada SP3, kasus juga akan lebih tuntas. Karena bisa periksa ke pejabat lebih tinggi itu dan pemeriksaan di KPK orang lebih yakin," sambung Tigor.

Tigor berharap, KPK dapat mengambil alih kasus ini dari Kejagung. "Secara hukum meski sudah ditangani Kejagung, KPK masih bisa mengambil alih kasus ini."

"Sebaiknya, Kejagung limpahkan saja ke KPK. Dan KPK bisa minta. Agar Kejagung tidak dinilai publik macam-macam. Saya berharap diambil KPK," pungkas Tigor.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bus ini, Kejagung telah menetapkan 4 tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, serta Direktur Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi BPPT Prawoto yang ditetapkan pada 9 Mei 2014.

Sebelum Udar dan Prawoto, Kejagung telah menetapkan Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu sebagai tersangka. Drajat adalah Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Busway. Sementara Setyo adalah Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Kasus bus Transjakarta yang menjadi dasar penetapan tersangka ini adalah penggelembungan dana pengadaan bus Transjakarta senilai Rp 1 miliar dan pengadaan bus untuk peremajaan senilai Rp 500 juta.

Negara diyakini merugi sebanyak Rp 15 miliar. Belakangan juga diketahui bus-bus Transjakarta yang didatangkan dari China itu banyak yang sudah berkarat. Mereka berdalih bus-bus itu berkarat karena terkena angin laut. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya