Setahun Perjanjian Damai di Aceh Berjalan Lancar

Ratusan ribu pasang mata seksama menyaksikan peringatan penandatanganan MoU perdamaian antara pemerintah RI dan GAM yang digelar di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Hujan tak membuat warga beranjak dari lokasi upacara.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Agu 2006, 00:42 WIB
Liputan6.com, Banda Aceh: Detik-detik penandatanganan kesepakatan damai antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia diperingati di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Selasa (15/8) petang. Peringatan dipusatkan di Masjid Baiturrahman dengan dihadiri pejabat tinggi RI, mantan petinggi GAM, dan ratusan ribu warga Aceh. Masyarakat menyimak acara dari luar areal masjid. Walau sempat turun hujan, massa tak beranjak dari lokasi upacara.

Di antara tamu terlihat Wakil Presiden Jusuf Kalla, mediator pertemuan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, dan mantan petinggi GAM Malik Mahmud, Zaini Abdullah serta Hasan Tiro. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Widodo A.S., dan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda juga hadir.

Dalam kesempatan tersebut digelar upacara adat pasejuk atau ritual perdamaian Aceh. Salah satu materi upacara adalah memberi penghargaan kepada sejumlah orang yang berperanan penting dalam penandatanganan kesepakatan damai di Helsinki, 15 Agustus 2005 [baca: Aceh Semarak Merayakan Satu Tahun Perdamaian]. Acara kemudian ditutup pergelaran tari khas Tanah Rencong. Sayang, masyarakat tak bisa ikut menyaksikan dari dekat acara kesenian, karena areal masjid dijaga ketat.

Peringatan setahun perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dan GAM ditanggapi beragam oleh masyarakat setempat. Sebagian warga mengaku puas dengan hasil kesepakatan mengingat bertahun-tahun lamanya mereka dicekam peperangan. Kendati puas, warga meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih cepat membenahi berbagai bidang kehidupan, termasuk memikirkan upaya memberi ganti rugi kepada para korban konflik Aceh.

Kedamaian tak hanya dirasakan warga Aceh, mantan anggota GAM juga tak lagi diliputi rasa waswas. Nurbasyiah, salah seorang mantan inong bale atau tentara wanita GAM, sekarang mengaku bisa hidup tenang. Nurbasyiah diganjar enam tahun penjara karena dianggap sebagai inong bale dan terbukti menyimpan senjata laras pendek dalam sebuah penyergapan di Aceh Utara. Namun, pemerintah memberi amnesti sehingga ia hanya menjalani hidup di penjara selama 14 bulan.

Setelah bebas, Nurbasyiah sempat kebingungan mencari pekerjaan karena bantuan pemerintah sebesar Rp 5 juta setelah memperoleh amnesti, habis dipakai keperluan sehari-hari. Beruntung masih ada warga yang tinggal satu desa dengannya di Lhokseumawe merasa kasihan. Nurbasyiah diberi pekerjaan sebagai buruh tani.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya