Sukses

Tanggapi Protes UKT Mahal, Pejabat Kemendikbudristek Sebut Pendidikan Tinggi Itu Tersier

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun, yakni dari SD, SMP hingga SMA.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menanggapi gelombang kritik terkait dan protes uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi yang kian mahal. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain. Alasannya, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.

Mengenai banyaknya protes soal UKT, Tjitjik menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.

"Kita kan bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak semua lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbudristek, Rabu, 15 Mei 2024, dikutip dari akun Youtube Jawa Pos TV, Kamis (16/5/2024).

"Apa konsekuensinya karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar karena itu amanat Undang-Undang," sambungnya.

Meski begitu, Tjitjik mengklaim pemerintah tetap bertanggung jawab dengan memberikan pendanaan melalui BOPTN. Namun, besarannya tidak bisa menutup Biaya Kuliah Tungga (BKT), sehingga sisanya dibebankan pada setiap mahasiswa lewat UKT.

Ia menambahkan UKT tidak mengalami kenaikan, melainkan terdapat penambahan kelompok UKT di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). Penambahan kelompok UKT itu dilakukan oleh beberapa PTN untuk memberikan fasilitas pada mahasiswa dari keluarga mampu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menambahkan Kelompok UKT

"Jadi bukan menaikkan UKT tapi menambahkan kelompok UKT menjadi lebih banyak karena untuk memberikan fasilitas kepada para mahasiswa dari keluarga yang mampu," katanya di Jakarta, Rabu, dilansir dari Antara.

Tjitjik menjelaskan permasalahan terjadi karena kampus memberikan lompatan biaya UKT sangat besar yang biasanya terjadi mulai dari UKT golongan empat ke golongan lima dan seterusnya dengan besaran rata-rata lima sampai 10 persen. Hal tersebut menjadi polemik hingga terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) beberapa waktu belakangan ini di sejumlah daerah.

Meski begitu, pemerintah telah mengatur bahwa di setiap PTN wajib ada UKT golongan satu dan UKT golongan dua minimal sebanyak 20 persen untuk menjamin masyarakat tidak mampu tetap mendapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas. Tjitjik pun mengingatkan PTN yang akan menyesuaikan kelompok UKT untuk mengusulkan terlebih dahulu kepada Kemendikbudristek.

Setelah mendapat persetujuan, barulah mereka harus mengabarkan kepada mahasiswa. Ia menambahkan, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris telah memanggil seluruh rektor PTN menyusul terjadinya demonstrasi mahasiswa terkait UKT.

3 dari 4 halaman

Kebijakan Penetapan UKT

Pemanggilan dilakukan dalam rangka mengevaluasi beragam kebijakan tentangf penetapan UKT sehingga tidak berlarut dan mengganggu proses belajar mengajar. "Kami .akan minta laporan kepada seluruh perguruan tinggi, bahkan kita meminta perguruan tinggi untuk membuka kanal pelaporan," terangnya

Perguruan tinggi memang memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan besaran UKT golongan tiga dan seterusnya, sedangkan untuk golongan satu dan dua sudah ditetapkan pemerintah. Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).

SSBOPT jadi acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. SSBOPT tersebut menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT dengan BKT sendiri adalah dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana. 

4 dari 4 halaman

Permintaan Membatalkan Kenaikan UKT

Di sisi lain, Gerakan Komunitas Aktivis Milenial Indonesia meminta pemerintah segera mengatasi persoalan kenaikan UKT di perguruan tinggi negeri di Indonesia. Menurut Ketua Umum Gen KAMI Ilham Latupono di Jakarta, Rabu persoalan tersebut perlu segera diselesaikan agar tidak berdampak pada pembentukan generasi muda yang berperan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

"Mahasiswa hari ini akan menjadi pimpinan bangsa dan negara ini di tahun 2045, bayangkan jika mereka putus kuliah karena kenaikan UKT yang tidak kira-kira ini," kata dia.

Gen KAMI juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk segera membatalkan kenaikan UKT serta mengevaluasi secara menyeluruh operasional perguruan tinggi negeri. "Jangan sampai desentralisasi kampus justru semakin menonjolkan komersialisasinya, apalagi kalau sampai mengorbankan mahasiswa," terangnya.

Ilham meyakini Presiden Jokowi masih memiliki komitmen yang tinggi terhadap perwujudan visi Indonesia Emas 2045. Tanpa didukung oleh generasi emas, kata dia melanjutkan, visi tersebut tentunya akan mustahil terwujud. Ia juga menilai kejadian tersebut harus menjadi pengingat bagi Presiden Terpilih RI dalam Pilpres 2024 Prabowo Subianto agar konsisten terhadap perwujudan visi Indonesia Emas 2045.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.