Liputan6.com, Jakarta - Terinspirasi buku resep masakan yang diinisiasi Presiden Soekarno, Mustikarasa, Hotel Indonesia Kempinski Jakarta menginisiasi program bernama sama untuk merayakan keberagaman warisan kuliner lokal. Secara khusus, hotel bintang lima ini akan menyoroti kuliner Jakarta sebagai anggukan pada "rumah" mereka.
Melalui sejumlah sajian terkurasi, pihaknya ingin merangkum perjalanan Jakarta sejak dikenal sebagai kota pelabuhan, sampai berubah wajah jadi metropolitan. Berkaca pada perjalanan itu, "Mustikarasa" menyatukan cita rasa lokal yang berakulturasi dengan tradisi kuliner China, Arab, India, dan Eropa.
Chef de Cuisine Signatures Restaurant, Widodo, menyebut bahwa masing-masing sajian telah dipilih secara cermat untuk mencerminkan pertukaran antardua budaya. "Yang terafiliasi dengan China, misalnya, ada asinan sayur, soto betawi, dan laksa," katanya di acara media gathering di hotel kawasan Thamrin, Jakarta Pusat itu, Selasa, 7 Mei 2024.
Advertisement
Chef Widodo menyambung, "Dalam daftar kuliner Jakarta yang dipengaruhi kebudayaan Arab, ada kambing guling dan nasi goreng kambing. Kemudian India, karena kebanyakan mereka tidak makan daging sapi, kami sediakan kari ayam."
Tidak ketinggalan, ada pula makanan Betawi hasil percampuran dengan budaya Eropa, yakni semur daging yang disajikan dengan kentang, bistik lidah, dan perkedel.
Melengkapi rangkaian menu, terdapat pula jajaran makanan penutup tidak kalah menggugah selera. Dua yang dihidangkan adalah es selendang mayang, yang menurut Chef Widodo "enak banget," serta puding cantik manis berbahan tepung beras. Keduanya disebut sebagai menu dessert yang terpengaruh budaya China.
Menu Spesial di Bulan Agustus
Dijelaskan bahwa rangkaian menu "Mustikarasa" akan dirotasi setiap dua bulan sekali hingga akhir tahun di Signatures Restaurant. Dimulai dari kuliner Jakarta terakulturasi budaya China, disambung makanan terpengaruh budaya Arab, India, dan Eropa.
Edisi khususnya jatuh di bulan Agustus 2024 untuk sekaligus merayakan HUT Hotel Kempinski Indonesia Jakarta. Bertepatan dengan momen itu, mereka ingin merefleksikan periode transformatif Presiden Soekarno di Ende, Flores, tempat ia memupuk visi untuk kemerdekaan Indonesia, secara mendalam.
Masa krusial dalam hidupnya ini ditandai melalui keterlibatan erat dengan masyarakat dan kegiatan kreatif, termasuk teater, musik, dan menulis, yang turut membentuk kerangka ideologisnya untuk masa depan bangsa. Rangkaian perayaan HUT hotel bersejarah ini akan merujuk pada momen itu dengan menghadirkan makanan dan minuman tradisional khas Ende.
"Indonesia adalah negara yang sangat beragam, dan kami selalu berupaya mencari cara baru untuk memperkenalkan berbagai aspek lokal pada tamu kami," sebut General Manager Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Harald Fitzek, dalam keterangannya.
Advertisement
Bagaimana Rasanya?
Fitzek menyambung, "Kali ini, kami ingin menyoroti hidangan tradisional yang menakjubkan. Program rotasi Mustikarasa kami merupakan penghormatan pada beragam cita rasa yang telah membentuk peta kuliner Indonesia, menawarkan kesempatan pada para tamu untuk menemukan esensi bangsa kita melalui makanan."
"Kami berharap, semua orang yang bergabung dengan kami dalam perjalanan ini akan memperoleh apresiasi yang lebih dalam terhadap budaya dan warisan Indonesia yang dinamis," tandasnya.
Lifestyle Liputan6.com berkesempatan mencicip beberapa kuliner dalam rangkaian "Mustikarasa" tersebut. Pertama, ada bubur ase. Dengan rasa yang tidak terlalu tajam, hanya didominasi sawi asin, serta tekstur bubur lembut, sajian ini cocok jadi makanan pembuka.
Tambahan tekstur dari tahu, telur bacem, dan potongan daging cenderung manis membuat setiap gigitannya jadi tidak membosankan. Sebagai pelengkap, Anda juga bisa menambahkan potongan daun bawang, kacang tanah goreng, dan sambal sebagai tendangan rasa pedas yang bisa disesuaikan dengan selera masing-masing.
Makanan Utama sampai Penutup
Belanjut, saya mencicip bistik lidah, semur daging dan kentang, serta nasi goreng kambing. Terdengar seperti kombinasi yang berat? Ternyata tidak kok, karena rasanya tetap harmonis di lidah.
Tekstur lidahnya lembut, tapi tidak sampai hancur, nikmat berpadu saus bistik cenderung gurih. Sementara itu semurnya, seperti bisa ditebak, didominasi rasa manis, namun tidak semanis itu. Kentangnya pun lembut, menambah tekstur menyenangkan saat disantai bersama daging dari semur, yang sama-sama empuk.
Nasi goreng kambingnya gurih, dengan potongan daging kambing yang cenderung garing. Bumbunya juga tidak terlalu dominan, sehingga saat dikombinasikan dengan lauk, sajian ini masih cukup selaras.
Sebagai penutup, saya menyantap es selendang mayang dan puding cantik manis. Es selendang mayangnya terasa klasik, nyaman, dan familiar, mengingatkan saya pada jajanan SD yang biasa saya beli dulu. Sebagai orang yang tidak terlalu suka manis, saya sempat skeptis melihat puding cantik manis.
Tapi, perpaduan adonan tepung beras dan puding menghasilkan tekstur yang menyenangkan, dan paling penting, tidak terlalu manis. Makanan penutup ini bahkan jadi favorit saya dari rangkaian menu yang disajikan. Jadi, apakah Anda tertarik mencoba?
Advertisement