Liputan6.com, Jakarta - Sebuah anekdot tersebar di media sosial yakni mereka yang investasi awal di kripto telah menikmati kekayaan yang mengubah hidup.
Berdasarkan sebuah studi menemukan 16 persen rumah tangga yang dianalisis menaruh dana ke bursa kripto dalam dekade yang berakhir 2023.
Baca Juga
Di sisi lain, mengutip Yahoo Finance, Senin (6/5/2024), berapa banyak uang ekstra yang membuat investor percaya diri untuk membelanjakan lebih banyak, sebuah fenomena yang oleh ekonom disebut sebagai efek kekayaan, menjadi sebuah topik setiap kali harga kripto melonjak.
Advertisement
Sekelompok peneliti mencoba mengukur dan menetapkan kenaikan harga kripto di Amerika Serikat (AS) tidak dibelanjakan seperti rezeki nomplok dari memenangkan lotere.
Sejauh ini, dampaknya relatif kecil terhadap ekonomi AS senilai USD 28 triliun. Namun, jika kelas aset ini terus meningkat, studi memberikan informasi tentang potensi perubahan dalam pola konsumen.
Peneliti prediksi kekayaan baru ini meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar USD 30 miliar atau sekitar Rp 480,57 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.019) selama satu dekade.
Angka itu meski hampir dua kali lipat kecenderungan konsumsi marjinal jika dikaitkan dengan imbal pasar saham, angka itu sekitar sepertiga dari pendapatan kemenangan lotere.
Terlepas dari semua hal yang dipamerkan di media sosial, tidak semua tertuju pada Lamborghini dan barang mewah. Ada juga membeli rumah, meningkatkan pasar properti seiring kripto sangat populer.
"Jika rumah tangga cenderung memperlakukan kripto seperti judi, kami berharap mereka membelanjakan keuntungannya dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pemenang lotere,” ujar Asisten Profesor Keuangan Brigham Young University’s Marriott School of Business, Darren Aiello.
Namun, sebaliknya. Berdasarkan prediksi Aiello menunjukkan pengeluaran rumah tangga dari keuntungan kripto lebih mirip dengan pola yang dilihat dari investasi di saham.
Jadi Perhatian Ekonom
Ini adalah topik yang kemungkinan akan mendapat lebih banyak perhatian dari ekonom setelah peluncuran dana bitcoin yang diperdagangkan di bursa atau spot-bitcoin exchange traded fund (ETF Bitcoin) pada 2024 yang memperluas jangkauan calon investor kripto.
Peneliti yang mempresentasikan makalahnya kepada the Federal Deposit Insurance Corp pada Maret juga berasal dari Northwestern University, Emory University dan Imperial College London.
Mereka memakai data dari 60 juta orang dari 2010-2023 yang mencakup jutaan transaksi bank, kartu kredit, dan debit untuk menganalisis bagaimana kekayaan kripto menyebar ke ekonomi AS yang sebenarnya.
Advertisement
CEO JPMorgan Jamie Dimon Anggap Kripto Penipuan, Mengapa?
Sebelumnya, Kepala eksekutif JPMorgan Chase, Jamie Dimon, belum berubah pikiran pada pendapatnya terkait Bitcoin (BTC).Eksekutif raksasa bank asal Amerika Serikat itu masih bersikeras memandang aset kripto sebagai penipuan.
"Kripto seperti Bitcoin, saya selalu bilang itu penipuan," ucap Dimon, dikutip dari News.bitcoin.com, Rabu (1/5/2024).
"Jika mereka mengira (kripto) itu adalah mata uang, maka tidak ada harapan untuk itu. Itu adalah skema Ponzi," ujar Dimon dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg, ketika ditanya apakah ada harapan untuk kripto.
Namun, dia melanjutkan; "jika koin kripto dapat melakukan sesuatu seperti, kontrak pintar, maka aset digital tersebut memiliki nilai. Akan ada kontrak pintar, dan blockchain berfungsi. Sejauh ''kripto' mengakses hal-hal blockchain tertentu, ya, itu mungkin memiliki beberapa nilai".
Seperti diketahui, Dimon telah menjadi kritikus vokal terhadap Bitcoin dan mata uang kripto secara keseluruhan.
Pada Maret 2024, CEO JPMorgan Chase itu menegaskan bahwa dia tidak akan pernah berinvestasi secara pribadi dalam Bitcoin. Dia kerap mengatakan bahwa beberapa kasus penggunaan aset kripto terkait dengan penghindaran pajak, pencucian uang, dan pendanaan terorisme.
Selama sidang Senat, Dimon pun mengungkapkan seandainya dia masuk ke pemerintahan, dia akan menutup mata uang kripto.
"Saran pribadi saya adalah jangan terlibat. Tapi saya tidak ingin memberi tahu siapa pun apa yang harus dilakukan. Ini adalah negara bebas," ungkap Dimon pada Januari 2024, terkait penggunaan aset kripto.
Di sisi lain, Bos JPMorgan juga mengakui minat kliennya terhadap mata uang kripto dan mendukung kebebasan mereka untuk berinvestasi.
Taiwan Dakwa 32 Tersangka Kasus Penipuan Bursa Kripto ACE Exchange
Sebelumnya, Jaksa Taiwan baru-baru ini mendakwa setidaknya 32 orang yang terkait dengan bursa mata uang kripto yang tidak lagi berfungsi, yaitu ACE Exchange.
Melansir News.bitcoin.com, Sabtu (4/5/2024) 32 terdakwa diduga terlibat dalam skema yang menipu 1.200 investor. Sebuah laporan menyebut, jaksa telah merekomendasikan hukuman penjara selama 20 tahun bagi tersangka utama.
Di antara mereka yang didakwa termasuk pendiri ACE Exchange David Pan, serta Lin Keng-hong dan Wang Chen-huan, yang menjabat sebagai ketua bursa kripto tersebut.
Disebutkan dalam laporan Taipei Times, mereka dituduh mengatur skema penipuan yang menyedot dana lebih dari USD 24,5 juta atau setara Rp. 398,5 miliar dari pengguna.
Selain mendorong investor untuk membeli token NFTC, koin bitnature, dan token lainnya, terdakwa juga menulis kertas putih dan materi lain untuk meningkatkan legitimasi token tersebut. Meskipun ada upaya promosi yang bertujuan untuk memperkuat reputasi ACE Exchange, nilai token semakin anjlok.
Jaksa lebih lanjut menuduh individu yang didakwa memanipulasi harga token.
Kecurangan total yang dilakukan ACE Exchange tampaknya terungkap ketika investor tidak dapat melikuidasi token mereka, sehingga menyebabkan beberapa pihak mengajukan keluhan.
Selain itu, laporan Taipei Times juga mengungkapkan bahwa total USD 67,4 juta atau Rp 1 triliun dikumpulkan dari penjualan token dan produk terkait blockchain. Meskipun sebagian dari hasil penjualan disembunyikan di berbagai lokasi di Taiwan, para tersangka juga memperoleh properti real estat di Kabupaten Yilan, menurut keterangan jaksa.
Jaksa kemudian merekomendasikan hukuman penjara selama 20 tahun bagi Pan dan Lin. Adapun Wang, seorang pengacara terkemuka, jaksa menyarankan minimal 12 tahun penjara.
Advertisement