DJP Kemenkeu Dihujat, Masyarakat Tetap Wajib Bayar Pajak

INDEF menganalisis respon masyarakat mengenai taat bayar pajak di era fenomena pejabat DJP pamer harta

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2023, 17:00 WIB
Pelaporan SPT menurut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) sejak 13 Maret 2023, telah menerima 7,1 juta SPT Tahunan Pajak Penghasilan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Data Analyst at Continuum Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Maisie Sagita mengungkapkan terkait analisis respon masyarakat mengenai taat bayar pajak di era fenomena pejabat pamer harta yang dilakukan oleh pihaknya.

Perlu diketahui, dalam analisis tersebut hampir semua masyarakat di internet mengutarakan keluhan terkait pajak dan perilaku pegawai pajak yang baru-baru ini menjadi sorotan netizen akan pamer harta yang dilakukan pejabat.

Dia menjelaskan keluhan terbesar adalah 62,7 persen masyarakat mengatakan mereka capek kerja, beli barang dipajakain jadi gajinya habis untuk bayar pajak. Kemudian sebanyak 21,6 persen menyatakan mereka resah dengan kelakuan pegawai dan pejabat pemerintahan.

Maisie mengungkapkan dari 680 ribu perbincangan di media sosial hanya 13 ribu yang menyuarakan untuk tidak bayar pajak. Hal ini terbukti dari adanya kenaikan laporan SPT Tahunan yang meningkat 40 persen.

"Apakah rakyat jadi malas bayar pajak? Ternyata jawabannya tidak karena kami menemukan walau rakyat banyak yang mengeluh bukan berarti malas bayar pajak," ujar Maisie dalam acara diskusi Publik Taat Bayar Pajak di Era Fenomena Pejabat Pamer Harta Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Harus Segera Evaluasi

Dia menilai, meski begitu pemerintah harus segera mengevaluasi kinerja lembaga pengelola pajak agar narasi untuk tidak bayar pajak tidak semakin meluas.

Lebih kanjut, Maisie meminta pemerintah perlu memperkuat saluran edukasi terkait pajak. Karena ditemukan ketidaksesuaian pemahaman masyarakat dengan mekanisme pajak yang menimbulkan salah pemahaman.

"Perlu adanya keseriusan menjalankan arahan presiden agar pejabat tidak bergaya hidup glamor demi meminimalisir salah pemahaman," tambahnya.

2 dari 3 halaman

DPR: Cegah Boikot Bayar Pajak dengan Reformasi Perpajakan

Wajib pajak mencari informasi mengenai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga Senin (7/3/2022), terdapat 19.703 wajib pajak yang mendaftar program PPS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan mendapat pukulan telak setelah beberapa pegawai pajak diketahui memiliki harta yang dinilai tidak wajar. Publik merespons isu tersebut dengan mengglorifikasi gerakan boikot bayar pajak.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menolak gerakan boikot bayar pajak. Untuk menghentikan gerakan itu, menurut dia, Kementerian Keuangan harus serius melakukan pembenahan internal terutama di Direktorat Jenderal Pajak.

"Kemenkeu mesti menuntaskan reformasi perpajakan. Ini peristiwa gempa bumi dahsyat yang dialami Kementerian Keuangan, khususnya kepemimpinan Sri Mulyani selama delapan tahun," kata Kamrussamad, Jumat (10/3/2023).

Kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak sebenarnya sudah meningkat. Terbukti, tax ratio 2022 melampaui target. Hingga akhir Desember 2022 penerimaan pajak mencapai Rp1.716,8 triliun atau tembus 115,6% dari target sebesar Rp 1.485 triliun. Penerimaan pajak tumbuh 34,3% dibandingkan penerimaan tahun lalu.

Kamrussamad menegaskan, institusi perpajakan dan petugas pajak sangat penting untuk menjaga kepercayaan dari para wajib pajak. "Apalagi pajak merupakan salah satu pilar utama pembangunan nasional,” ujar Kamrussamad.

3 dari 3 halaman

Imbauan KKPK

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Sedangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berharap tak ada lagi suara boikot bayar pajak. Ia mengimbau masyarakat tetap patuh membayar pajak, apalagi Maret sudah masuk bulan untuk penyampaian SPT.

"Jangan ada lagi suara-suara untuk melakukan pemboikotan pajak. Pajak sampai diboikot, kami enggak bisa kerja, termasuk dalam rangka untuk memperbaiki tata kelola pemerintah berbasis elektronik, semua butuh dana dan dana itu dari mana? Dari pajak," ujar Alexander.

 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya