Mau Program Konversi LPG ke Kompor Induksi Mulus Butuh Payung Hukum

Pemerintah menargetkan 19 juta pengguna kompor induksi dengan potensi penghematan Rp 50,6 triliun.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 02 Des 2021, 15:42 WIB
Merespons arahan Presiden, PLN berkomitmen siap menjalankan program konversi kompor induksi. (Dok PLN)

Liputan6.com, Jakarta Rencana konversi kompor LPG ke kompor induksi dinilai memerlukan payung hukum yang kuat agar mulus terlaksana.

Seperti halnya konversi kompor minyak tanah ke kompor LPG, kebijakan yang dibutuhkan setingkat Peraturan Presiden untuk menjadikannya program nasional.

"Presiden seharusnya menerbitkan aturan, sehingga bisa dilaksanakan. Kita bisa berkaca dari konversi minyak tanah, yang aturannya banyak, tapi pelaksanaannya banyak yang dievaluasi," ujar Pengamat kebijakan publik, Agus Pembagio seperti dikutip Kamis, (2/12/2021).

Menurut Agus, dalam menerbitkan aturan untuk konversi kompor induksi, sebaiknya merujuk Undang-undang No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Bahkan jika perlu disiapkan sanksi sehingga lebih mengikat dalam pelaksanaan konversi ke depannnya.  "Semuanya harus disiapkan terlebih dahulu. Agar bagaimana kebijakan ini lebih sustainable," jelas dia.

Dalam konversi kompor LPG ke kompor induksi, pemerintah juga perlu melibatkan antropolog, riset pasar yang matang, hingga strategi implementasi di masyarakat.

Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian ESDM, Qatro Romandhi mengatakan pemanfaatan kompor induksi tidak hanya menyelamatkan keuangan negara, tetapi juga mendorong perekonomian, menyerap tenaga kerja hingga menghemat biaya memasak masyarakat.

Dia memaparkan rencananya pemerintah menargetkan 19 juta pengguna kompor induksi hingga 2030. Jika target itu tercapai, maka negara bisa menghemat devisa Rp 50,6 triliun per tahun.

"Tak hanya itu, beban biaya memasak terpangkas 57 persen. Bagi PLN bisa mengoptimalisasi pemanfaatan reserve margin PLN di pagi dan sore hari sekitar 3,2 gigawatt dengan potensi pendapatan Rp 1,8 triliun per tahun," tambahnya.

 

2 dari 2 halaman

Strategi Pangkas Impor LPG

VP Downstream Research and Technology Innovation Pertamina, Andianto Hidayat memastikan dukungan perseroan untuk mempercepat transisi energi di Tanah Air.

Salah satu strategi Pertamina memangkas impor LPG yaitu dengan pengembangan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).

"Kalau pabrik DME terbangun, kita mengurangi impor 1 juta ton pada 2024 atau sekitar 15 persen dari kebutuhan impor. Lalu pada tahun berikutnya, saat pabrik lainnya terbangun 1 juta ton impor LPG kembali terpangkas," tambahnya. 

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril, memastikan kesiapan PLN untuk menjalankan konversi LPG ke kompor induksi demi menyelamatkan anggaran negara sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

"Selain menggunakan energi domestik, kompor listrik juga sudah bisa diproduksi di Indonesia. Jadi selain menghemat devisa, program ini bisa ikut menggerakkan perekonomian dan mencetak lapangan kerja," kata Bob.

Belajar dari konversi minyak tanah ke LPG, Ia menilai untuk memuluskan konversi kompor induksi memerlukan dukungan payung hukum dari pemerintah "Ini bukan kepentingan PLN, bukan kepentingan Pertamina tapi ini kepentingan bangsa," kata dia.

Dalam pelaksanaannya pun, Bob menilai relatif mudah. Sebab saat ini setiap rumah telah memiliki listrik sehingga PLN hanya tinggal menambah daya yang prosesnya selesai dalam 1-2 hari.

"Kalau tunggu DME lama, itu baru tahun 2024. Tunggu tiga tahun, kita impor LPG terus, defisit transaksi berjalan (CAD) bisa menjadi Rp 67,8 triliun pada 2024. Kalau kita beralih ke kompor induksi, kita justru bisa segera menekan CAD," ungkap Bob.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya