Dirut PLN Akui Pertemuan dengan Setya Novanto Bahas Proyek

Pertemuan Dirut PLN dan Setya Novanto terjadi sekitar tahun 2017 awal dan dihadiri sejumlah direksi PLN.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Okt 2018, 13:15 WIB
Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo terkait dugaan menerima suap proyek kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.(merdeka.com/dwi narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir mengakui ada pertemuan di kediaman Setya Novanto membahas proyek PLN di beberapa daerah. Pada pertemuan itu, Novanto menceritakan ada kawannya berminat mengerjakan proyek PLN di pulau Jawa, khususnya wilayah Jawa 3.

Sofyan menjelaskan, seluruh proyek di wilayah Jawa sudah penuh dan digarap oleh PLN melalui anak perusahaannya. Kendati demikian, ia menyampaikan masih ada beberapa proyek di luar pulau Jawa dan belum digarap.

"Saya sampaikan ke beliau maaf Jawa 3 sudah ada yang miliki, kami sendiri," ujar Sofyan saat memberikan keterangan saksi pada sidang kasus dugaan memberi suap oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).

"Setelah saksi bilang Jawa 3 dimiliki PLN, apa saksi berikan alternatif proyek lain?" tanya Jaksa Ronald.

"Saya bilang masih banyak proyek di (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) RUPTL yang lain di luar Jawa banyak yang belum diminati, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi," kata Sofyan.

Pertemuan terjadi sekitar 2017 awal dan dihadiri sejumlah direksi PLN. Usai penjabaran tersebut, tidak ada informasi atau pernyataan apapun dari Setya Novanto terkait keinginan rekannya, yang disebut adalah Johannes Kotjo.

 

 


Suap Rp 4,7 Miliar

Johanes Budisutrisno Kotjo didakwa telah memberi suap Rp 4,7 miliar kepada anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Uang suap diperuntukkan agar Eni mengarahkan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, perusahaan milik Kotjo, mendapat bagian dari proyek PLTU Riau 1.

Uang diberikan Kotjo kepada Eni sebanyak dua, 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar.

Atas perbuatannya, Kotjo didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Reporter: Yunita Amalia 

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya