PM Israel Tegaskan Penolakan Usul Obama

Dalam pertemuan langsung dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak mentah-mentah usulan Obama mengenai dasar penentuan batas negaranya. Netanyahu masih tetap pada pendiriannya untuk menggunakan ketentuan yang ditetapkan pada 2004.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Mei 2011, 20:46 WIB
Liputan6.com, Washington DC: Dalam pertemuan langsung dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan penolakannya pada usulan Obama mengenai dasar penentuan batas negaranya.

Netanyahu masih tetap pada pendiriannya untuk menggunakan ketentuan yang ditetapkan pada 2004 [baca: Israel Tolak Tawaran Obama].  "Walau Israel siap untuk merundingkan batas wilayah demi kedamaian, kami tidak bisa kembali ke perjanjian perbatasan 1967. Bentuk ini tidak dapat dipertahankan. Ingatlah, sebelum 1967, Israel hanya tanah seluas 9 mil. Itu seperti setengah ukuran Washington Beltway. Itu bukanlah batas perdamaian. Aturan itu akan memicu perang, karena penyerangan pada Israel akan sangat mudah dilakukan," ujar Netanyahu seperti dilansir Associated Press, Sabtu (21/5).

Sebelum itu, Obama dalam pidatonya memberi pernyataan mengejutkan mengenai masalah perbatasan Israel-Palestina. Obama mengatakan batas negara Palestina harus kembali seperti sediakala sebelum perang 6 hari di 1967 yang menjadikan Isarel berkuasa di beberapa wilayah Palestina. Hal itulah yang ditolak Netanyahu.

Kendati tetap dengan pendiriannya, Obama tetap menunjukkan "kesopanan" sebagai tuan rumah. Ditemui usai pertemuan yang diselenggarakan di Oval Office itu, Obama berusaha untuk menempatkan ketidaksepakatan mereka sebagai problema yang biasa dihadapi dua negara yang bersahabat.

"Jelas ada beberapa perbedaan di antara kita dalam formulasi yang tepat. Kami sepakat bahwa perdamaian sejati hanya dapat terjadi jika keputusan terakhir memungkinkan Israel untuk mempertahankan diri dari ancaman dan bahwa keamanan Israel akan tetap penting buat AS," kata Obama.(YUS)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya