Pagi Lebih Nikmat dengan Kopi Kepahiang Tanpa Gula

Pegiat kopi Bengkulu mengedukasi proses pengolahan kopi yang benar. Agar tak muncul selorohan,"ini kopi atau kehidupan?"

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 31 Okt 2017, 06:00 WIB
Produsen kopi Bengkulu melakukan proses pembakaran atau roasting untuk menghasilkan kopi premium yang terasa manis meskipun tanpa gula (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Bagi penggila kopi, menyeruput secangkir kopi panas di pagi hari adalah keharusan. Biasanya seduhan kopi dicampur gula agar pudar rasa pahit kopinya. Bubuk kopi yang pahit ini karena prosesnya tak tepat, mulai dari pemilihan biji hingga pengolahannya. 

Alhasil kenikmatan minum kopi akan berkurang jika kopi yang kita reguk terasa pahit. Kopi pahit semacam ini kadang memunculkan seloroh populer usai menyeruputnya,"Ini kopi apa kehidupan?"

Guna mengatasi masalah pahit ini, para produsen kopi yang tergabung dalam Bengkulu Coffee Community (BCC) membuat suatu terobosan. Caranya dengan memelihara rasa manis alami dari buah kopi yang tetap terasa ketika diseduh dan diminum tanpa gula.

Khairil Amin, salah seorang peracik kopi atau barista yang bergabung dalam komunitas BCC mengatakan, kopi tanpa gula yang dihasilkan tentu saja dengan melakukan proses yang lebih rumit. Mulai dari pemilihan buah kopi yang seharusnya dipetik ketika sudah merah, penjemuran dalam suhu terukur, pembakaran atau roasting, penggilingan hingga penyajian yang sangat teliti.

"Pada dasarnya, kopi itu buah yang memiliki rasa manis alami, ini yang kita pelihara hingga teraduk dalam cangkir siap minum," ujar Khairil di Bengkulu, Senin 30 Oktober 2017.

Rasa manis paling menonjol terdapat pada kopi yang ditanam di Kabupaten Kepahiang. Sebab dengan ketinggian lahan antara 800 hingga 1.200 meter dari permukaan laut, memungkinkan buah kopi mendapat asupan nutrisi yang baik. Apalagi kondisi lahan di Kepahiang yang rata rata merupakan kawasan bekas lelehan lahar gunung berapi yang sangat subur.

Beberapa jenis kopi yang dihasilkan di wilayah ini adalah Robusta, Arabica, biji kopi luwak dan Semang atau biji kopi yang sudah dimakan hewan selain luwak seperti burung dan hewan lain. Berdasarkan ukuran ada dua jenis yaitu Sintaro yang memiliki biji lebih besar dibandingkan jenis Cikari. Khusus jenis buah Cikari terutama dari pohon kopi Arabica, memiliki kadar asam yang lebih tinggi.

"Yang terbaik dan masuk jenis Premium itu baik Robusta maupun Arabica untuk ukuran biji besar atau Sintaro," lanjut Khairil.

Fauzi Ladesang, salah seorang produsen kopi Kepahiang mengatakan, untuk memproduksi kopi premium yang bisa dinikmati tanpa gula tetapi tetap terasa manis, dia melakukan proses produksi dengan cara Honey Process. Dari pemilihan biji, pemetikan buah yang tidak asalan hingga penggilingan khusus yang menghasilkan bubuk jenis Fine Robusta.

"Meskipun digiling kasar atau jenis tubruk, penyajiannya harus tanpa ampas, sebab yang kita minum itu rasa kopi, bukan ampas kopi," kata Fauzi Ladesang.

 

Saksikan tayangan Vidio pilihan berikut ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya