Liputan6.com, Jakarta: Ratusan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar unjukrasa di depan Istana Merdeka, Ahad (17/10). Para demosntran yang menggelar meminta presiden tidak mengabaikan kasus pelanggaran HAM seperti tragedi 98 dan 1965. Agar presiden tidak lupa demosntran mengelar pasar rakyat itu disebut "pasar lupa".
Di pasar lupa digelar lapak-lapak berbagai pelanggaran kasus HAM seperti targedi 1965, kasus Nipah, Tanjung Priok berdarah 1985, hingga runtuhnya rezim Orde Baru. Pengunjuk rasa menggelar berbagai kliping koran, foto korban dan 'menu makanan' khas korban HAM yang namanya dipelsetkan dengan kasus-kasus besar seperti es puter Trisaksi, jus orang hilang, cincau petrus (penembak mistreius0 dan es' be ye.
"Yang paling krusial kasus Tama. Dia dibacok, dikunjungi, lalu lupakan. Samapi mana sekarang kasus rekening gendut Polri?" ucap Effendi Ghazali, pakar komunikasi politik yang terlibat dalam aksi tersebut. " Sudah tidak ada alasan pemerintah untuk melupakan, kecuali, pemerintah memang sengaja melupakan semua kasus HAM yang ada," katanya.(AYB)
Di pasar lupa digelar lapak-lapak berbagai pelanggaran kasus HAM seperti targedi 1965, kasus Nipah, Tanjung Priok berdarah 1985, hingga runtuhnya rezim Orde Baru. Pengunjuk rasa menggelar berbagai kliping koran, foto korban dan 'menu makanan' khas korban HAM yang namanya dipelsetkan dengan kasus-kasus besar seperti es puter Trisaksi, jus orang hilang, cincau petrus (penembak mistreius0 dan es' be ye.
"Yang paling krusial kasus Tama. Dia dibacok, dikunjungi, lalu lupakan. Samapi mana sekarang kasus rekening gendut Polri?" ucap Effendi Ghazali, pakar komunikasi politik yang terlibat dalam aksi tersebut. " Sudah tidak ada alasan pemerintah untuk melupakan, kecuali, pemerintah memang sengaja melupakan semua kasus HAM yang ada," katanya.(AYB)