Liputan6.com, London - Sudah lama diketahui bahwa suasana hati--yang biasa disebut mood dapat mempengaruhi penilaian dan persepsi kita. Efek ini sering dianggap tidak rasional dan merugikan.
Namun teori yang diterbitkan dalam Trends in Cognitive Sciences mengungkapkan suasana hati yang mempengaruhi pengalaman-- faktanya hal ini bisa membantu kita beradaptasi pada perubahan lingkungan.
Advertisement
Contohnya, kenaikan tak terduga dalam pasar saham bisa meningkatkan suasana hati seorang pedagang. Suasana hati positif ini membantu pedagang lebih berani mengambil resiko, dan membantunya beradaptasi lebih cepat pada pasar yang sedang mengalami kenaikan.
Menurut teori baru ini, ketika orang-orang belajar dari pengalaman yang dipengaruhi mood, ekspektasi mereka tidak hanya mengenai penghargaan yang diasosiasikan dengan keadaan spesifik (seperti setiap kali menjual saham), namun juga perubahan keseluruhan dan hadiah yang didapat dari masing-masing lingkungan. Dengan cara ini, sesekali individu mengetahui bahwa diri mereka 'moody', keberadaan suasana hati membuat individu mempertimbangkan faktor lingkungan dan dampak dari setiap situasi dan kondisi.
"Individu yang terpengaruh oleh suasana hati (moody) akan mendapat keuntungan ketika dihadapkan dengan berbagai penghargaan yang berhubungan atau melalui momentum sama yang belum diketahui," ungkap salah satu dari pemimpin studi, Eran Eldar dari University College London pada Science Daily, Rabu (4/11/2015).
"Sering kali ini merupakan kasus di dunia alami ataupun modern, mengingat kesuksesan dapat meningkatkan keterampilan, sumber material, status sosial, dan bahkan pasangan juga dapat mempengaruhi satu sama lain."
Eldar dan kolega mencatat bahwa suasana hati positif maupun negatif bisa diambil manfaatnya secara maksimal ketika konsistensi dan ekspektasi sesuai dengan penghargaan (Inilah mengapa sering terjadi kasus kejadian yang dulu membuat bahagia berubah menjadi biasa-biasa saja, bahkan ketika mengakibatkan perubahan signifikan dalam keadaan, seperti menang lotere).
Contohnya, suasana hati negatif yang tidak kunjung pergi bisa mengakibatkan seseorang mempersepsikan sebuah hasil lebih buruk dari seharusnya, mengantarkan kepada perasaan kecil hati.
Hal ini bisa mengubah suasana hati menjadi 'ramalan' dan mengantarkan pada perasaan depresi. Mengartikan fungsi potensial dari adanya suasana hati dan proses belajar yang ada di baliknya, teori baru ini akan mengantarkan pada pemahaman lebih baik terhadap gangguan mood.
"Kita berpikir bahwa pendekatan asing ini bisa membantu mengungkapkan apa yang mempengaruhi individu pada depresi dan gangguan bipolar," ungkap Eldar.
Karena suasana hati selalu ada dan memiliki dampak penting dalam hidup kita, namun mood memiliki keuntungan kompetitif dalam berevolusi. Artinya, mood mungkin saja memberikan 'efek samping' pada kemampuan manusia beradaptasi dengan perubahan lingkungan. (Ikr/Rcy)