Perppu atau Keppres Atasi Calon Tunggal Pilkada?

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada‎ mengatur syarat minimal 2 pasangan calon dalam melaksanakan Pilkada.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 24 Agu 2015, 14:57 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - DPR menyerahkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi jika ingin mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Pilkada. Hal ini lantaran adanya polemik penundaan Pilkada bagi daerah yang hanya memiliki 1 pasang calon

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada‎ mengatur syarat minimal 2 pasangan calon dalam melaksanakan Pilkada.

"Perppu salah satu jalan penyelesaian masalah Pilkada, kalau Pak Jokowi memandang harus dikeluarkan Perppu tentunya itu salah satu instrumen. Tetapi kalau diperlukan kebijakan yang lain tentunya silakan saja," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2015).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan verifikasi calon kepala daerah di 269 daerah yang akan mengikuti Pilkada serentak tahap pertama.

Politisi Partai Demokrat ini berujar, jika hasil verifikasi KPU tidak meloloskan banyak daerah, akan banyak para pelaksana tugas (Plt) untuk menjalankan roda pemerintahan di daerah. Sehingga dikhawatirkan pembangunan daerah terhambat.

"Yang paling pas, dalam Pilkada nanti seluruh daerah dapat ikut semuanya. Dan ini semuanya terlaksana serentak, jadi Pilkada serentak itu sesuai UU," ujar Agus.


Perppu atau Kepres

Perppu atau Kepres

Dari 269, ada 81 daerah yang memiliki 2 pasang calon kepala daerah. Kondisi ini dikhawatirkan akan menambah daerah bercalon tunggal yang saat ini ada di 4 daerah. Sebab calon kepala daerah di 81 daerah itu berpotensi tidak lolos verifikasi atau tidak memenuhi syarat calon kepala daerah.

Wakil Ketua Komisi II DPR Luman Edy mengatakan, jika usai verifikasi kepala daerah terdapat 50 persen dari 81 kabupaten/kota memiliki satu pasang calon, maka Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) merupakan cara untuk menyelesaikan permasalahan ini dibandingkan Keputusan Presiden (Keppres).

"Yang paling memungkinkan Perppu itu diterima oleh DPR adalah substansi soal dimungkinkannya tahun 2016 ada Pilkada serentak tahap II. Normanya, norma baru dalam Undang-undang (UU) PIlkada, karena pilkada serentak adalah tahun 2017,” kata Lukman Edy.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berujar, jika 50 persen dari 81 daerah di 81 kabupaten/kota tidak lolos verifikasi oleh KPU akan menjadi masalah hukum.

"50 persen dari 80 Kab/Kota itu yang tidak lolos verifikasi KPU atau 10 saja paslon tidak lolos verifikasi dari 80 itu, maka akan jadi problem hukum. Kalau ini terjadi, harus ada jalan keluar, yakni Perppu yang mengatur substansi tahun 2016 dimungkinkan untuk dilaksanakan Pilkada," papar dia.

Selain itu, ia bepandangan, Keppres bisa dikeluarkan untuk memberikan kewenangan kepada pelaksana tugas (Plt) setara dengan pejabat definitif. Sehingga, pembangunan di daerah tidak mengalami gangguan dipimpin Plt selama dua tahun.

"Jadi menurut saya, kalau sifatnya hanya 4 Kabupaten/kota itu, payung hukumnya cukup dengan keppres yang isinya seperti pejabat defenitif dan bisa membuat kebijakan. Kalau yang 81 Kabupaten/kota itu hanya lolos verifikasi 50 persennya sehingga terjadi calon tunggal, maka tidak cukup dengan Keppres, tapi Perppu," ujar Lukman.


Nasdem Tolak Perppu

Nasdem Tolak Perppu

Fraksi Nasdem menginginkan adanya revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 015 tentang Pilkada untuk mengakomodir 81 daerah yang diprediksikan akan segera memiliki calon tunggal.

"Sebaiknya Perppu tidak dikeluarkan, tapi lebih baik merevisi UU Pilkada. kalau Perppu rawan ditolak," kata Sekretaris Fraksi Nasdem Syarief Abdullah Alkadrie.

Dalam revisi UU Pilkada, sebut dia, dibutuhkan kesepakatan bersama, termasuk dalam revisi itu adalah calon tunggal dilantik saja.

"Kalau kosongnya lebih banyak, maka ditunda hingga 2017. Bisa saja revisi UU Pilkada itu ada penambahan pasal, perbaikan pasal," sebut dia.

Anggota Komisi II DPR ini menyatakan, sebelum pemerintah mengeluarkan Perppu untuk mengakomodir adanya kemungkinan calon tunggal bertambah, sebaiknya pemerintah melakukan rapat bersama DPR.

"Baiknya ketamu dulu antara pemerintah dan DPR. Kita bahasa dulu. Jangan keluarkan Perppu," tandas Syarief. (Ali/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya