Citizen6, Jakarta Di beberapa negara di Afrika, kejahatan terhadap kaum perempuan adalah hal yang sering terdengar. Begitu pun yang dialami penduduk Umoja. Pemerkosaan, pernikahan anak secara paksa, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan mutilasi alat kelamin merupakan hal yang sering dialami kaum perempuan Umoja.
Namun, sejak tahun 1990, permukiman dekat Samburu ini telah dijaga bak suaka bagi wanita dan anak-anak. Setidaknya 247 wanita dan anak-anak tinggal di sana untuk mendapat perlindungan.
Advertisement
Seita Lengima, salah satu perempuan yang dituakan di desa tersebut menyatakan, desa tersebut merupakan tempat perlindungan.
"Desa ini didirikan oleh 15 orang wanita korban pemerkosaan tentara Inggris. Karenanya, perayaan ulang tahun desa ke-25 ini sangat penting bagi kami," ujar Seita pada Guardian sebagaimana dilansir dari Mirror.co.uk, Selasa (18/08/2015).
"Di luar sana, wanita dikuasai oleh laki-laki sehingga mereka tak dapat melakukan perubahan. Para wanita di Umoja memiliki kebebasan."
Nyatanya, kebebasan dari kungkungan laki-laki telah membuat para wanita di desa ini menjadi mandiri. Mereka mencari nafkah dengan menjual perhiasan maupun menjalankan bisnis perkemahan wisata.
Meski terlarang bagi laki-laki, bukan berarti desa ini anti laki-laki. Desa Umoja membolehkan pengunjung dari lawan jenis, tetapi tidak diizinkan tinggal terlalu lama.
Karena hanya dihuni oleh perempuan dan anak-anak, desa ini kerap menjadi ancaman serangan dari penduduk desa lain yang tidak senang dengan permukiman yang berbeda ini. Namun, penduduk desa Umoja memilih bertahan, menantang, serta menangkis berbagai serangan tersebut. (sul)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini