Kepala Batan: Jokowi Mesti Wujudkan Cita-cita Bung Karno

Batan menyatakan pemerintah Jokowi-JK punya opsi membangun PLTN di mana saja.

oleh Rochmanuddin diperbarui 13 Sep 2014, 07:30 WIB
Kepala Batan Djarot Sulistyo Wisnubroto.

Liputan6.com, Bogor - Usulan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dari Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) sejak lama belum terealisasikan. Maka itu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) diharapkan dapat merealisasikannya lantaran ini juga sesuai cita-cita Bung Karno.

"Bung Karno mengatakan berulang kali 'saya ingin punya tenaga atom nuklir dan antariksa' sejak 1961, tapi cita-citanya sampai sekarang belum tercapai juga. Harusnya Jokowi jika memang anak ideologis Bung Karno, itu bisa diwujudkan," ujar Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistyo Wisnubroto di Bogor, Jumat (12/9/2014) malam.

Djarot mengatakan, sesuai  UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, Indonesia harus membangun PLTN. Sebab 10 tahun mendatang krisis energi mengencam negeri ini.

"Sederhana saja, apakah Indonesia mau krisis energi? Apakah pemerintah akan terus melakukan subsidi BBM terus-menerus, sampai subsidi Rp 30 triliun?" tanya Djarot.

Pemerintah pun, lanjut Djarot, punya opsi membangun PLTN di mana saja. Selama daerah tersebut aman. Batan hanya bertugas menyosialisasikan dan mencari titik lokasi yang aman, selanjutnya Kementerian ESDM yang membangun.

"Terserah pemerintah menentukan di mana, tapi belajar Fukusima --reaktor nuklir milik Jepang yang meledak akibat tsunami-- hindari gempa dan tsunami, Bangka layak. Secara teknis layak dibangun di Bangka Barat dan Bangka Selatan," tegas Djarot.

"Apakah layak atau tidak, kalau nanti PLTN akan dibangun di Bangka harus disosialisasikan ke masyarakat setempat dulu. Kalau setuju baru dapat izin Amdal nya," sambung Djarot.

Terkait pandangan politik atau kepentingan asing yang berusaha menjegal rencana pembangunan PLTN di Indonesia, Djarot tak sependapat. Menurutnya paradigma tersebut sudah usang.

"Nggak, saya kira itu paradigma lama. Uni Emirat Arab, Jordania, Mesir, itu negara Arab loh? Kan AS tak menghambat kan? Jadi terserah kita," pungkas Djarot.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya