Liputan6.com, Jakarta Terlahir dari keluarga terpisah (broken home) membuat Poltak Tua Dorens Ambarita, S.Si., M.Sc (32) menjadi pribadi yang lebih senang menyendiri. Sejak kecil, ia mengaku sulit untuk mengungkapkan isi hatinya pada keluarga atau orang terdekat. Baginya, ia seperti memiliki dunia sendiri hingga akhirnya didiagnosis skizofrenia.
Melihat sifatnya yang lebih sering sendiri ketimbang bermain bersama teman lainnya, membuat Poltak kerapkali di bully teman sekolahnya. Kenangan buruk ini terekam jelas dan membuatnya merasa trauma untuk berada di antara teman lain.
"Dari kecil, saya sering di bully. Saya jadi punya dunia sendiri yang membuat saya depresi," kata Poltak saat temu media di acara 'Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia Melalui Acara Kampanye Lighting the Hope for Schizophrenia' di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, ditulis Rabu (10/9/2014).
Meski begitu, kata Poltak, sifatnya ini sama sekali tidak mengganggu kemampuan belajarnya. Ia pun berhasil menempuh pendidikan dan lulus sebagai sarjana kimia di Institut Teknologi Bandung pada 2004. Namun setahun setelahnya atau tepatnya 22 Januari 2005, ia mengaku mendapati 'wahyu' kalau ia akan menjadi Presiden dan akan menikahi salah satu artis wanita terkenal di Indonesia.
"Saya mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan. Saya lihat, waktu pemberkatan gereja, saya akan memimpin Indonesia dan menikah dengan artis. Ini membuat saya kepikiran terus dan berharap," kata Poltak.
Dengan obsesi itu, Poltak pun akhirnya dianggap perlu memeriksakan diri ke dokter oleh teman-temannya. Ia bahkan sempat dirawat di RS Jiwa Riau 11, Bandung. Sayangnya, Poltak kurang patuh untuk minum obat. Ia justru diboyong keluarga ke Medan untuk dibawa ke dukun, pengobatan alternatif dan diminta sering berdoa ke gereja. Tapi tidak ada hasil.
"Hanya setengah tahun saya minum obat karena saya merasa tidak sakit. Saat itu, saya balik ke Medan karena saya semakin tidak bisa berkonsentrasi, mungkin disuruh menghapal kalimat saja saya tidak sanggup," katanya.
Di Medan, Poltak mencoba mengabdikan diri menjadi guru sambil mulai belajar kimia lagi pada 2006-2007. Tahun berikutnya, ia datang kembali ke Bandung untuk hadir dalam acara reuni. Disana, ia masuk RS jiwa lagi karena makin merasakan halusinasi yang membuatnya cemas.
"Saya nggak ngerasa sakit tapi kata teman-teman saya harus ke RS jiwa untuk diperiksa kembali. Tahun 2010, ada salah seorang teman saya yang bilang kalau gejala yang saya alami itu seperti skizofrenia. Darisitu, saya browsing dan mengetahui kalau ini penyakit yang bisa disembuhkan," katanya.
Sejak itu, Poltak pun berupaya untuk sembuh dan rajin minum obat. Kegigihannya ini membuahkan hasil. Poltak berhasil menempuh pendidikan S2.
"S2 Double Degree Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Chung Yuan Christian University (CYCU), Taiwan," ungkapnya.
Sejak penyakitnya ini bisa dikontrol, Poltak juga mulai melamar pekerjaan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hasilnya, ia kini menjadi PNS di Baristand Industri Manado Kementerian Perindustrian.
Poltak berharap, kisahnya ini bisa menjadi inspirasi bagi penderita skizofrenia lain. Karena menurutnya, jika pasien bisa mengenali gejala skizofrenia sejak dini, maka bukan tidak mungkin bila mereka bisa berprestasi sepertinya.
Advertisement