Sukses

Bos Telegram: WhatsApp Mata-Matai Pengguna Seperti Kuda Troya

Pendiri Telegram kembali mengkritik WhatsApp dan menyebutnya sebagai kuda troya untuk mata-mata penggunanya.

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri aplikasi Telegram Pavel Durov kembali melayangkan kritik terhadap WhatsApp. Kritik itu dia ungkapkan di akun Telegram resmi miliknya.

Menurut Durov, dengan beragam celah keamanan di WhatsApp, aplikasi tersebut menjadi salah satu alat mata-mata penggunanya.

Dia merujuk pada temuan sebelumnya yang menyebut WhatsApp telah disusupi spyware buatan perusahaan asal Israel, NSO Group. Dia pun pernah membahas hal ini Mei lalu di akunnya.

Bahkan, kali ini pria asal Rusia itu menyebut WhatsApp merupakan "kuda troya" yang digunakan untuk mengamati pesan dan gambar yang sebenarnya tidak memanfaatkan aplikasi milik Facebook tersebut.

"Facebook sejak lama sudah menjadi bagian dari program mata-mata jauh sebelum mengakuisisi WhatsApp. Naif, apabila perusahaan akan mengubah kebijakannya usai akusisi," tulis Durov seperti dikutip dari The Independent, Kamis (21/11/2019).

Dia juga sempat mengutip pernyataan co-founder WhatsApp Brian Acton beberapa waktu lalu. Ketika itu, dia menyorot tindakan Facebook yang dianggap tidak mampu menjaga privasi data pengguna.

Selain itu, Durov juga menyebut Facebook berusaha untuk membingungkan publik dengan menyebut tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa temuan backdoor baru-baru ini dapat diakses peretas.

Dia menuding Facebook berkelit karena mereka memang tidak memiliki bukti pesan atau video yang cukup sebab data tersebut tidak disimpan di peladen (server) WhatsApp, melainkan dikirimkan ke Google dan Apple.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Masalah Keamanan di WhatsApp yang Berulang

Dengan beragam kerentanan dan celah keamanan itu, Durov mengatakan mungkin saja WhatsApp sengaja membukanya di aplikasi mereka dalam kurun waktu tertentu. Dia pun membandingkan kondisi tersebut dengan Telegram.

"Telegram, aplikasi serupa yang memiliki kompleksitas sama, tidak memiliki masalah serupa WhatsApp tersebut. Sangat tidak mungkin, ada orang yang tidak sengaja melakukan kesalahan keamanan besar, secara teratur," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia pun menyerukan pengguna menghapus WhatsApp dari perangkatnya.

"Kecuali kamu (pengguna) santai saja apabila foto dan pesanmu terbuka untuk publik suatu hari," tutup unggahan tersebut.

3 dari 4 halaman

Bos Telegram: WhatsApp Tidak Akan Pernah Aman

Sebelumnya, Pavel Durov juga mengomentari celah keamanan WhatsApp. Ia menilai celah keamanan spyware yang terjadi pada WhatsApp, bisa membuat semua yang ada di dalam ponsel, termasuk foto, email, dan teks diakses oleh hacker.

"WhatsApp memiliki sejarah yang konsisten, dari nol enkripsi di awal hingga berhasil hingga suksesi masalah keamanan, yang anehnya cocok untuk keperluan pengawasan. Menengok ke belakang, belum ada satu hari dalam 10 tahun perjalanan WhatsApp ketika layanan tersebut aman," ungkap Durov dalam laman blog, seperti dikutip dari Independent, Jumat (17/5/2019).

"Setiap kali WhatsApp mengatasi kerentanan kritis dalam aplikasi mereka, muncul yang baru. Semua masalah kemanan mereka cocok untuk pengawasan, serta terlihat dan bekerja sangat mirip dengan backdoor," tulis Durov.

Durov meyakini, aplikasi pesan WhatsApp tidak akan pernah aman kecuali secara mendasar mengubah cara kerjanya.

 

4 dari 4 halaman

WhatsApp Tidak Berorientasi pada Privasi Pengguna

"Agar WhatsApp menjadi layanan yang berorientasi pada privasi, harus berisiko kehilangan seluruh pasar dan bentrok dengan pihak berwenang di negara asal mereka. WhatsApp tidak siap untuk itu," jelas Durov.

Sebelum Telegram, Durov mendirikan VK yang kerap disebut sebagai Facebook-nya Rusia. Ketika ia menolak mematuhi perintah pemerintah setempat terkait keamanan pengguna VK, Durov terpaksa meninggalkan negara asalnya itu.

Durov sendiri selama ini dikenal sangat menjaga keamanan data para pengguna layanannya. Komitmennya ini membuat Telegram dikritik berbagai negara, termasuk Rusia dan Iran, karena menolak tekanan untuk melemahkan keamanannya.

(Dam/Why)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.