Sukses

Platform Tenaga Kerja Workmate Dapat Suntikan Rp 73 Miliar

Platform tenaga kerja end-to-end, Workmate, meraih pendanaan Seri A senilai Rp 73 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Platform tenaga kerja end-to-end, Workmate, yang sebelumnya bernama Helpster meraih pendanaan Seri A senilai Rp 73 miliar (USD 5,2 juta).

Investasi ini dipimpin oleh Atlas Ventures dengan partisipasi bersama Gobi Partners dan Beacon Venture Capital (Kasikorn Bank), serta investor-investor pada ronde sebelumnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk meningkatkan investasi dalam penjualan, memperbesar tim teknologi, dan memperluas bisnis ke kota-kota baru.

Hingga saat ini Workmate telah mengumpulkan total dana sebesar Rp 140 miliar (USD 10 juta) sejak diluncurkan pada 2016. Perusahaan rintisan ini memiliki misi utama untuk memfasilitasi sektor tenaga kerja informal dengan skala tinggi di Asia Tenggara.

CEO dan Co-founder Workmate, Mathew Ward menuturkan perusahaan memiliki misi untuk mengubah sektor pencarian tenaga kerja informal.

“Ketika agen tenaga kerja masih melakukan cara manual, kami telah membangun sistem otomatis, di mana perusahaan bisa langsung menghubungi calon karyawan, tanpa harus melalui jasa agen yang biasa menetapkan tarif perantara hingga 30 persen,” kata Mathew melalui keterangannya, Selasa (12/11/2019).

Ia menilai model bisnis perekrutan sekarang masih sangat manual dan sedikit tersentuh teknologi. Jika dilihat, model bisnis ini belum berubah banyak selama 40 tahun terakhir.

"Karena itu, sektor tenaga kerja informal punya potensi besar untuk mendapatkan disrupsi. Model bisnis yang kami tawarkan juga sedang berkembang pesat di pasar internasional. Uber bahkan baru mengumumkan Uber Works sebagai solusi perekrutan tenaga kerja di AS,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Memecahkan Masalah di Negara Berkembang

Seperti Uber Works, Workmate bertujuan untuk memecahkan masalah yang serupa di negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara. Saat ini, terdapat semakin banyak lowongan pekerjaan informal, khususnya di bidang jasa.

Namun, layanan teknologi yang ada masih terlalu berfokus pada tenaga kerja formal (pekerja kerah putih). Workmate melihat peluang yang jauh lebih besar di pasar informal sebagai sektor yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih besar dari sektor formal.

Dengan menggunakan teknologi yang tepat, Workmate percaya mereka bisa menghasilkan dampak nyata untuk meningkatkan efisiensi perusahaan secara signifikan.

Di Asia Tenggara sendiri, sektor tenaga kerja informal menyumbang lebih dari 50 persen dari total tenaga kerja, dengan upah senilai Rp 2.800 triliun (USD 200 miliar) dibayarkan kepada pekerja informal setiap tahunnya.

Pada 2025, pasar rekrutmen tenaga kerja informal di wilayah ini diprediksi akan meningkat dua kali lipat, menjadi 112 triliun rupiah (USD 8 miliar).

Akan tetapi, dibalik potensi besar ini, metode pencarian tenaga kerja di Asia Tenggara masih berkutat pada cara tradisional, seperti sosialisasi mulut-ke-mulut. Oleh karena itu, masih terdapat hambatan untuk mendapatkan pekerjaan yang konsisten dan dapat dipercaya.

(Isk/Why)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini