Sukses

Ponsel BM Rugikan Negara Rp 2,8 Triliun Per Tahun

Menurut data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), potensi kerugian pajak yang timbul akibat beredarnya ponsel ilegal sekitar Rp 2,8 triliun per tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan mengenai rencana pemblokiran ponsel ilegal (ponsel BM/black market) lewat IMEI (International Mobile Equipment Identity) kembali mengemuka.

Pasalnya, Kementerian Perindustrian bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Perdagangan berencana melakukan finalisasi aturan tentang program penerapan validasi database nomor identitas asli ponsel atau IMEI.

Rencananya, peraturan tiga kementerian ini akan ditetapkan pada 17 Agustus 2019. Regulasi ini merupakan upaya pembebasan dari ponsel ilegal yang dianggap merugikan bagi negara, industri, maupun konsumen.

Salah satu kerugian nyata adalah potensi kerugian penerimaan pajak dari penjualan smartphone. Menurut data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), potensi kerugian pajak yang timbul akibat beredarnya ponsel BM sekitar Rp 2,8 triliun per tahun.

Angka ini didapatkan dari banyaknya smartphone ilegal yang beredar di pasaran Indonesia. Menurut perhitungan APSI, jumlah smartphone ilegal yang beredar di Indonesia sekitar 20 persen dari total smartphone yang mencapai angka 45 juta unit. Dengan begitu, jumlah ponsel BM jika dihitung sekitar 9 juta unit.

Asosiasi ini menyebut, dari 9 juta unit smartphone ilegal harganya rata-rata adalah Rp 2,5 juta, sehingga bila ditotal sekitar Rp 22,5 triliun.

Sementara, kerugian penerimaan pajak bisa dihitung dari pajak yang harusnya diberlakukan untuk penjualan smartphone yakni pajak penghasilan (10 persen) dan pajak pertambahan nilai (5 persen).

Jika dihitung, pajak yang dibebankan kepada 9 juta unit smartphone ilegal tersebut harusnya adalah 15 persen dikali dengan Rp 22,5 triliun, sehingga bisa didapatkan nilai pajak yang harusnya diterima pemerintah adalah Rp 2,8 triliun.

Sayangnya, karena merupakan smartphone ilegal, vendornya pun tidak membayarkan pajak ke pemerintah.

Akibatnya, pemerintah berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 2,8 triliun. Bahkan jumlah tersebut harusnya lebih besar, mengingat tahun 2019, APSI memperkirakan jumlah ponsel BM ada 30 persen dari perangkat yang beredar.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bergegas Buat Regulasi

Untuk itulah, pemerintah kini tengah bergegas menghadirkan peraturan tiga menteri untuk mengatasi peredaran smartphone ilegal yang merugikan.

Direktur Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto menyebut, kontrol IMEI bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi, dengan begitu potensi pajak pemerintah meningkat. Adapun program ini sudah diinisiasi Kemenperin sejak 2017.

"Dalam upaya mendukung program kontrol IMEI itu, dibutuhkan regulasi sebagai payung pengelolaan data IMEI. Pemerintah secara cermat akan membaut regulasi terkait Sistem Informasi Registrasi Identifikasi Nasional (SIRNA) agar berjalan dengan baik," tutur Janu.

Oleh sebab itu, Kemenperin mengatur tentang database IMEI. Sementara Kemkominfo akan mengatur pemanfaatan data IMEI termasuk dengan operator.

Sistem kontrol IMEI akan memproses database IMEI yang diperoleh dari berbagi pemangku kepentingan. Informasi dari berbagai kepentingan itu lantas diolah dan disimpulkan untuk mendapatkan daftar IMEI yang valid sesuai ketentuan hukum.

"Informasi atas daftar IMEI yang valid tersebut dapat dimanfaatkan instansi pemerintah untuk membuat kebijakan sesuai kewenangannya," ujar Janu melanjutkan. Saat ini, server sistem basis data IMEI atau SIRINA telah terpasang di Pusdatin Kemenperin dan dilakukan pula pelatihan.

3 dari 3 halaman

MoU dengan Qualcomm

Perlu diketahui, sebelumnya Kemenperin meneken MoU dengan perusahaan teknologi asal Amerika Serikat Qualcomm terkait dengan pemblokiran smartphone ilegal.

Dengan kerja sama antara dua pihak ini, produk ilegal dalam hal ini ponsel ilegal atau BM dibasmi dengan sistem milik Qualcomm yang bernama Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS).

Lalu, apa itu DIRBS? Sekadar informasi, DIRBS merupakan sistem yang dikembangkan bertahun-tahun oleh Qualcomm dengan software yang bersifat open source.

DIRBS sendiri memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui nomor IMEI ponsel.

Sistem ini juga bisa dipakai untuk memverifikasi nomor IMEI ponsel menggunakan jaringan dari operator dengan mengacu pada database milik Kemenperin dan GSMA selaku asosiasi komunikasi mobile internasional.

"Ini merupakan wujud dukungan Qualcomm dalam membantu pemerintah mengenai validasi IMEI pairing (dengan) nomor telepon, sekaligus membantu pemerintah meningkatkan kualitas jaringan," kata Director, Government Affairs South East Asia and Pasific Nies Purwanti di Jakarta, Senin (8/7/2019).

(Tin/Isk)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.