Sukses

Menkominfo: Iklan di Bioskop Bukan Kampanye Politik

Rudiantara menjelaskan bahwa iklan ini bukan bentuk kampanye politik. Tidak ada visi, misi dan program Jokowi sebagai capres 2019 di dalamnya.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, menegaskan iklan kinerja pemerintah di bioskop yang menampilkan sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan iklan politik.

Ia pun membantah bahwa iklan bendungan tersebut sebagai bentuk kampanye terselubung.

Rudiantara menjelaskan bahwa iklan ini bukan bentuk kampanye politik. Tidak ada visi, misi dan program Jokowi sebagai capres 2019 di dalamnya.

“Itu bukan iklan politik, itu hanya menyampaikan (kinerja pemerintah). Sedangkan definisi kampanye politik berdasarkan UU Pemilu 2017 itu ada visi, misi dan program, serta diarahkan kepada seseorang,” ungkap Rudiantara di kantor Kemkominfo, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Rudiantara mengungkapkan iklan kinerja pemerintah itu merupakan bentuk pertangungjawaban terhadap masyarakat.

Menurutnya, masyarakat harus tahu apa yang telah dicapai pemerintah dan biskop adalah salah satu medium yang digunakan untuk menyampaikannya adalah bioskop.

Iklan bendungan, katanya, bukan kali pertama iklan pemerintah di biskop “Catatan saya ada 141 produk pada Mei atau Juli di bioskop,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia pun menekankan tagar #menujuindonesiamaju di iklan bioskop sudah ada sebelum tim kampanye Jokowi-Ma’ruf menggaungkan hal yang sama.

“Tagar itu sudah dilakukan jauh-jauh hari, hanya memang kebetulan dengan pendaftaran capres dan cawapres dan timnya juga pakai ‘Indonesia maju’. Padahal, pemerintah juga sudah lama pakai tagar itu,” jelas pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menkominfo Tegaskan Tak Pernah Larang Google Pajang Iklan Politik

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang Google untuk memasang iklan politik di layanannya.

Keputusan untuk tidak menerima iklan politik sebetulnya adalah inisatif Google.

“Bukan saya yang meminta agar Google tidak menerima iklan politik. Saat saya bertemu dengan Google, mereka sampaikan bahwa sudah mengambil keputusan tersebut,” ungkap Rudiantara saat ditemui di kantor Kemkominfo, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Rudiantara sejauh ini belum tahu apakah media sosial lain akan mengikuti langkah Google.

“Saya belum tahu dengan media sosial lain. Nanti menyusul mereka (informasinya),” tutur pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

Seperti diketahui, menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, biasanya media sosial menjadi ajang kampanye. Hal ini bisa dilihat saat Pemilu 2014.

Google sendiri merupakan salah satu platform iklan digital terbesar di dunia. Salah satu layanan iklannya adalah Google Ads, atau yang sebelumnya dikenal dengan nama AdWords.

Selain Google, Facebook juga termasuk raksasa iklan digital. Media sosial besutan Mark Zuckerberg ini sering digunakan untuk mengiklankan berbagai hal, termasuk menjadi ajang kampanye.

 

3 dari 3 halaman

Jumlah Konten Negatif Diklaim Menurun Drastis Jelang Pilpres 2019

Banyak yang menyangsikan musim Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 bakal dicoreng dengan beredarnya konten negatif. Dalam hal ini, berita bohong alias hoax menjadi biang keroknya.

Namun demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menjamin hal tersebut tidak akan terjadi.

Disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan, jika dibandingkan dengan tahun lalu (jelang Pilkada di 2018), jumlah konten negatif yang ada pada tahun ini sangat menurun drastis.

“Waktu jelang Pilkada 2018 itu ada hampir 16.000 lebih (konten negatif), kebanyakan berita hoax.Sekarang ini nyaris tidak ada, paling cuma mentok di puluhan dan itu pun sudah ditanggulangi,” ujar pria yang karib disapa Semmy tersebut kepada Tekno Liputan6.com pada Senin (27/8/2018).

Menurunnya jumlah konten negatif tersebut, diklaim Semuel, menandakan bahwa masyarakat Indonesia kini mulai teredukasi dan tidak mudah termakan informasi dari sumber yang sembarangan. 

“Jadi, mereka sudah bisa menilai dan memilih yang mana yang kredibel dan yang mana yang harus dibuang jauh-jauh,” tegasnya.

Lantas, meski jumlah konten negatif menurun, bukan berarti Semuel dan pihaknya berdiam diri saja.

Kemkominfo pada poin ini akan terus berupaya melakukan antisipasi jika konten negatif berpotensi kembali menyebar. 

“Yang bisa lakukan adalah terus menjaga keberlangsungan lingkungan siber. Selain itu, para politisi juga harus menjaga situasi dengan baik agar tidak ada pelanggaran yang bisa memecahbelahkan masyarakat,” tukas Semuel.

Terkait penindakan konten negatif yang ditangani, Semuel mengungkap pihaknya terus menerima aduan konten negatif berdasarkan skala urgensi.

“Jadi ya tergantung urgensinya, bisa beberapa jam. Kalau (konten negatifnya) bisa mengancam keselamatan orang dan membuat huru hara, itu wajib ditanggulangi sesegera mungkin,” imbuh Semuel.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.