Sukses

Informasi Penyakit

  • Nama PenyakitSARS-CoV-2
  • VarianVarian Inggris B.1.1.7 (Alpha), Varian Afrika Selatan B.1.351 (Beta), Varian Brasil P.1 (Gamma), Varian India B.1.617.2 (Delta), Varian Amerika Serikat B.1.427/B.1.429 (Epsilon), Varian Brasil P.2 (Zeta), Varian B.1.525 (Eta), Varian Filipina P.3 (Theta), Varian Amerika Serikat B.1.526 (Iota), Varian India B.1.617.1 (Kappa)

    Mengenal Varian Delta

    Merebaknya varian delta Covid-19 menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia. Pasalnya varian ini dinilai lebih cepat menyebar dan menimbulkan gejala cepat yang parah. Di Indonesia, tercatat ada 160 kasus varian delta, per 20 Juni 2021.

    Varian Delta, pertama kali diidentifikasi di India yang dengan cepat menyebar ke negara lain. WHO bahkan mengungkapkan bahwa varian Delta ini diprediksi akan menjadi varian dominan secara global.

    "Varian Delta sedang dalam perjalanan untuk menjadi varian dominan secara global karena peningkatan transmisibilitasnya," kata Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan WHO dalam konferensi pers Jumat(18/06/2021) di Jenewa.

    Varian Delta atau varian B.1.617.2 merupakan varian dari SARS-CoV-2. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Desember 2020 lalu. Pada perubahan penyebutan varian Covid-19 yang dilakukan oleh WHO, varian B.1.617.2 kemudian disebut dengan varian Delta.

    Varian Delta pertama kali diidentifikasi oleh para ilmuwan pada Desember 2020 di India. Menurut WHO, sejak April 2021, varian delta menjadi varian paling banyak menyebar yang menyebabkan kasus baru COVID-19 di India. Sejak itu, varian ini telah dilaporkan hampir di 70 negara.

    Dilansir dari Medical News Today, menurut laporan terbaru dari Public Health England (PHE), varian delta mungkin telah menjadi varian dominan di Inggris, dengan “74% kasus sekuens dan 96% kasus sekuensing dan genotipe” yang disebabkan oleh varian ini.

    Di AS, data dari CDC menyebutkan proporsi kasus COVID-19 baru yang dikaitkan dengan varian delta sebesar 2,7%. Ini adalah data pengawasan genomik terbaru yang berasal dari 2 minggu yang berakhir pada 22 Mei 2021.

    Sementara di Indonesia, varian Delta jsudah masuk dengan 160 kasus per 20 Juni 2021.

    Varian Delta tidak hanya menyebar lebih mudah daripada strain sebelumnya tetapi juga dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi orang yang tidak divaksinasi dan mereka yang memiliki respons kekebalan rendah.

    Kasus Varian Delta di Indonesia

    Menurut data Kemenkes per 20 Juni 2021, ada 160 kasus Covid-19 varian delta. Varian virus ini ditemukan setelah pemeriksaan whole genome sequencing (WGS).

    Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, varian virus yang ditemukan di India ini paling banyak terdeteksi di Jawa Tengah dengan 80 kasus. Berikut sebaran kasus delta di Indonesia per 20 Juni 2021:

    Jawa Tengah: 80 kasus

    DKI Jakarta: 57 kasus

    Jawa Timur: 10 kasus

    Sumatera Selatan: 3 kasus

    Kalimantan Tengah: 3 kasus

    Kalimantan Timur: 3 kasus

    Banten: 2 kasus

    Jawa Barat: 1 kasus

    Gorontalo: 1 kasus

    Gejala Varian Delta

    Dilansir dari Healthline, data yang dikumpulkan oleh para ilmuwan Inggris menunjukkan bahwa gejala utama infeksi varian delta berbeda dibandingkan dengan varian sebelumnya. Gejala juga lebih parah dan menyebar dengan cepat.

    Di Inggris, di mana varian Delta merupakan 91 persen dari kasus baru, satu penelitian menemukan bahwa gejala yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek. Untuk orang yang lebih muda, gejala mungkin terasa seperti pilek. Demam juga bisa terjadi akibat varian ini. Keparahan bisa meningkat setelah 3-4 hari.

    Mengutip dari The Guardian, menurut profesor epidemiologi genetik di King's College London, Tim Spector, varian COVID-19 Delta dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:

    -Sakit kepala

    -Sakit tenggorokan

    -Flu parah

    -Demam

    -Batuk

    Penularan Varian Delta

    Varian Delta adalah Virus Corona yang menjadi variant of concern (VOC) oleh WHO atau berbahaya dengan tingkat penularan yang lebih cepat. Melansir Times dari laporannya pada Selasa(15/06/2021), para peneliti telah menemukan bahwa Delta setidaknya 60% lebih mudah menular dalam rumah tangga daripada strain Alpha.

    Data otoritas Inggris juga menunjukkan bahwa varian Delta setidaknya 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha yang pertama kali terdeteksi di Kent, Inggris. Ilmuwan India juga mengungkapkan varian ini 50% lebih menular.

    Melansir Healthline, Amerika Serikat dan Inggris telah sepenuhnya memvaksinasi sekitar 43 persen dari populasi mereka. Tetapi karena varian Delta menjadi lebih umum di Inggris Raya dalam beberapa pekan terakhir, negara tersebut mengalami lonjakan kasus COVID-19 .

    Lonjakan serupa dalam kasus terlihat di India ketika varian Delta menyebar luas. Para ahli mengatakan ini karena varian ini lebih mudah menular. Hal ini juga yang dialami Indonesia saat ini.

    Menurut Prof Tjandra Yoga Aditama yang merupakan Guru Besar FKUI dan Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dalam kolomnya di Liputan6.com berjudul "Varian Delta di Kudus dan di Inggris", "“Public Health England (PHE)” juga melaporkan bahwa varian Delta ternyata 60% lebih mudah menular daripada varian Alpha. Waktu penggandaannya (“doubling time”) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari. Akan baik kalau juga ada data tentang berapa besar (“doubling time”) dari varian Delta yang kini ada di negara kita, termasuk tentunya laporan terakhir dari Kudus ini."

    Mengingat data tentang peningkatan transmisibilitas delta, beberapa ilmuwan telah mengungkapkan bahwa varian ini dapat meningkatkan risiko gelombang COVID-19 lebih lanjut.