Liputan6.com, Jakarta - Will menatap Salma yang masih tak sadarkan diri dengan penuh rasa sakit. Ia menggenggam tangan Salma erat-erat, lalu memberikan kecupan lembut di keningnya. Tolong bertahanlah, Salma.
Kamu harus baik-baik saja... Aku tidak bisa hidup tanpamu, bisiknya penuh harap. Sementara itu, Dinda menyaksikan adegan tersebut dengan hati yang diliputi kecemburuan.
Baca Juga
Air mata jatuh di pipi Dinda. Andai saja aku yang mengalami kecelakaan itu, pikirnya. Bagaimana reaksi Pak Will? Apakah dia akan sedikit saja khawatir padaku? Atau mungkin dia sama sekali tidak peduli karena aku tidak berarti apa-apa baginya?
Advertisement
Will duduk dengan resah di depan ruang operasi, perasaan cemas menyelimuti dirinya. Di saat itu, Argo muncul dan duduk di sampingnya. Will merasa kesal dan menoleh dengan tatapan tidak suka. Kenapa kamu masih di sini? tanyanya dengan nada ketus.
Argo menjawab dengan tenang, mengatakan bahwa ia ingin menunggu sampai operasi Salma selesai. Ia mengeluarkan sebuah buku catatan dan mulai menulis. Will melirik dan terkejut. Apa yang kamu catat? tanyanya penasaran.
Argo menunjukkan catatannya kepada Will dan berkata bahwa ia sedang membuat daftar kebohongan yang telah Will ucapkan kepada Salma. Ternyata sudah cukup banyak, ya?
Sampai kapan daftar ini akan bertambah? Apa kamu tidak lelah terus menutupi satu kebohongan dengan kebohongan lainnya? kata Argo dengan nada menantang. Will merasa sangat marah mendengar kata-kata Argo, namun tidak bisa mengelak dari kebenaran yang dihadapinya.