Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menurunkan defisit fiskal hingga di bawah 3 persen pada pada akhir 2023 seperti yang dijanjikan sebelumnya. Hal itu akan membawa sentimen positif lebih lanjut untuk pasar obligasi pada 2023, menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 atau pemilu 2024.Â
"Mata uang cenderung menguat tahun ini menjadi berita baik bagi investor obligasi," kata Head of Fixed Income, Schroders Indonesia Soufat Hartawan dalam konferensi pers, Rabu, 18 Januari 2023.
Baca Juga
Selain itu, dengan pertumbuhan pendapatan pemerintah yang kuat tahun lalu, Schroder Investment Management Indonesia memperkirakan suplai obligasi yang dibutuhkan pada 2023 akan berkurang, yang akan membantu mendukung harga obligasi.Â
Advertisement
Pemerintah mengharapkan pertumbuhan pendapatan relatif flat pada tahun 2023 sementara pengeluaran akan sedikit menurun.Â
Pada 2022, investor asing mencatatkan outflow yang besar dari pasar obligasi Indonesia, karena tekanan inflasi dan pengetatan moneter. Seiring dengan besarnya penerbitan baru dalam dua tahun terakhir, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah turun ke level pada 2010 sebesar 14 persen.
Oleh karena itu, menurut Schroders downside cukup terbatas saat ini untuk pasar obligasi dengan potensi flow reversal jika bank sentral menjadi lebih dovish secara progresif.Â
Meskipun outflow yang besar pada 2022, yield obligasi 10 tahun relatif tangguh berkisar antara 7,0-8,0 persen sepanjang tahun.Â
Sementara itu, ketidakpastian mengenai inflasi dan kebijakan moneter tetap ada, yield obligasi akan tetap relatif stabil pada level saat ini untuk saat ini.Â
"Kami percaya pembalikan kebijakan atau monetary policy reversal akan menjadi katalis bagi pasar obligasi untuk rally," kata dia.
Â
Â
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Bank Sentral Bakal Lebih Dovish
Secara keseluruhan, pasar obligasi diprediksi tetap ‘jinak’ pada semester I 2023, karena tekanan inflasi dan risiko kenaikan suku bunga tetap ada. Namun, Schroders melihat transisi menuju semester II 2023 karena inflasi mereda dan bank sentral menjadi lebih dovish.
"Kami telah mulai melihat seri tenor panjang mendapatkan dukungan dari investor asing dan Bank Indonesia menjelang akhir 2022, yang kami yakini akan terus berlanjut," ujarnya.
Meski demikian, tenor pendek telah memiliki kinerja dengan baik dan mulai terpukul oleh kenaikan suku bunga kebijakan Bank Indonesia.Â
Advertisement
Salah satu risiko potensial adalah perlambatan permintaan dari bank komersial karena telah memiliki posisi yang tinggi di obligasi pemerintah yang tinggi serta kenaikan suku bunga deposito bank.Â
"Padahal selama ini kita melihat relatif lamban menaikkan suku bunga depositonya," pungkasnya.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement