Sukses

Harga BBM dan BI Rate Naik, Ini Sektor Saham Untung dan Lesu

Sejumlah sektor saham diuntungkan dan lesu akibat kenaikan harga BBM bersubsidi dan BI Rate.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsisi sebesar Rp 2.000 per liter mulai 18 November 2014. Premium naik dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter, dan solar naik dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.

Tak berhenti di situ, Bank Indonesia (BI) pun merespons cepat kebijakan pemerintah tersebut. Secara mengejutkan, BI menaikkan suku bunga acuan/BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,75 persen.

Analis PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menuturkan, pelaku pasar merespons positif karena timbul kepastian di pasar saham. Selain itu, harga BBM bersubsidi naik Rp 2.000 di bawah perkiraan awal Rp 3.000 juga memberikan sentimen positif ke bursa saham. Lihat saja penutupan perdagangan saham Selasa 18 November 2014,  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 48,52 poin ke level 5.102,46.

Hans menambahkan, BI Rate pun dinaikkan untuk mengatasi dampak inflasi yang akan tinggi dalam 2-3 bulan ke depan. Analis PT Sucorinvest Gani, Andy Wibowo Gunawan menilai, langkah BI menaikkan suku bunga acuan merupakan respons yang baik tetapi mengejutkan pasar.

Tak hanya BI Rate, BI juga menaikkan suku bunga fasilitas pinjaman hingga 8 persen, atau naik 50 bps. Sedangkan tingkat deposit facility tetap sebesar 5,75 persen.

Kenaikan harga BBM bersubsidi dan BI Rate ini diperkirakan mempengaruhi kinerja emiten di pasar modal Indonesia.  Hal itu karena dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan biaya operasional. "Biaya dan risiko emiten akan meningkat," kata Hans.

Meski demikian, ada sejumlah emiten yang diuntungkan dan lesu dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan BI Rate.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sektor Saham yang Untung

Sektor Saham yang Untung

Hans menuturkan, sektor saham yang diuntungkan dari kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut antara lain sektor saham konstruksi dan infrastruktur. "Dana pengalihan subsidi yang digunakan untuk pembangunan infrstruktur dapat mengangkat kinerja sektor saham konstruksi dan infrastruktur," ujar Hans, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (18/11/2014).

Saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), PT PP Tbk (PTPP), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menjadi pilihan saham oleh Hans untuk dicermati pelaku pasar.

Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Vidjongtius menuturkan, pihaknya secang mencari efisiensi biaya untuk mengantisipasi harga BBM bersubsidi naik. Perseroan pun belum berencana untuk menaikkan harga di sisa akhir tahun ini.

"Ini sedang dicari efisiensi biaya di beberapa area seperti mata rantai supply, proses produksi, biaya operasional dan distribusi," ujar Vidjongtius.

Sementara itu, dalam riset PT Bahana Securities, Kepala Riset PT Bahana Securities, Harry Su menuturkan, pihaknya tetap mempertahankan pandangannya untuk sektor saham defensif karena relatif kuat terhadap kenaikan harga BBM dan BI Rate.

Sektor saham yang jadi pilihan seperti sektor saham konsumsi, telekomunikasi, dan infrastruktur. Saham-saham seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), GGRM, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dapat menjadi pilihan pelaku pasar.

Selain itu, Harry menuturkan, pihaknya juga meningkatkan pendapatan kinerja emiten seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Di tengah perlambatan ekonomi, saham PGAS dinilai mampu dapat melewati kondisi tersebut.

Sedangkan Analis PT MNC Securities, Reza Nugraha memilih saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) untuk dicermati pelaku pasar. Kenaikan harga BBM bersubsidi dapat menguntungkan AKR ke depan. "Target harga saham AKRA Rp 4.950," tutur Reza.

3 dari 3 halaman

Sektor Saham Lesu

Sektor Saham Lesu

Harry mengatakan, kenaikan suku bunga dapat berdampak terhadap sektor saham yang rentan terhadap suku bunga seperti sektor saham properti, peternakan, consumer discreationary dan semen. Apalagi kenaikan harga BBM bersubsidi ditambah kinerja kuartal III di bawah harapan maka bisa menambah tekanan untuk sektor saham itu.

Selain itu, saham otomotif dan bank juga terkena sentimen negatif. Sektor otomotif menghadapi fundamental lemah seiring kompetisi semakin bertambah sehingga menekan margin.

Untuk saham bank, menurut Harry melakukan pasar dapat merealisasi keuntungan seiring saham menguat dalam tiga bulan ini. Selain itu, pertumbuhan kredit pun diperkirakan semakin melambat, dan kemungkinan kredit bermasalah juga bertambah.

Analis PT Sucorinvest Gani, Andy Gunawan menuturkan, BI Rate lebih tinggi akan memberikan sentimen negatif untuk jangka pendek. Akan tetapi pihaknya tetap memilih saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebagai saham pilihan.

"Target harga kami untuk BBCA sebesar Rp 15.750 dan BBRI Rp 12.100 masing-masing untuk 2015," kata Andy.

Namun sisi lain, Andy menyoroti saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN). Pihaknya menurukan pendapatan dan target harga saham BDMN seiring suku bunga tinggi.

"Pinjaman mass market telah memberikan kontribusi 51 persen dari total outstanding kredit BDMN hingga September 2014. Sedangkan biaya dana telah meningkat 2,1 persen menjadi 7,3 persen," kata Andy. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini