Sukses

Elon Musk Ingkar Janji, Pemain Kulit Berwarna Masih di-Bully di Twitter

Elon Musk mengingkari janjinya karena di ajang Piala Dunia 2022 para pemain berkulit warna masih terus menjadi sasaran bully alias perundungan.

Liputan6.com, Jakarta - Janji Elon Musk bahwa platform media sosial Twitter akan bebas dari ujaran kebencian ternyata tak terbukti. Elon mengingkari janjinya karena di ajang Piala Dunia 2022 para pemain berkulit warna masih terus menjadi sasaran bully alias perundungan.

Pada sebuah laporan, menunjukkan bahwa cuitan rasis terhadap pemain sepak bola di Piala Dunia 2022 diizinkan dan platform tersebut tampaknya tidak melakukan apa pun untuk menghapusnya atau memberikan sanksi kepada akun yang mengunggahnya, meskipun mereka telah dilaporkan dalam kurun waktu hampir seminggu yang lalu.

Sebelum dimulainya Piala Dunia 2022 yang kontroversial, Elon Musk mencuitkan bahwa kebijakan baru di Twitter adalah kebebasan berbicara tetapi bukan kebebasan untuk menjangkau. Bahwa setiap tweet negatif atau kebencian akan disingkirkan dan didemonetisasi secara maksimal, yang menegaskan bahwa para penyebar kebencian tersebut tidak akan bisa menghasilkan uang dari Twitter dengan cara itu.

Tetapi laporan justru menunjukkan tweet rasial pada pemain Piala Dunia 2022 tidak dihapuskan. Laporan yang dilansir Center for Countering Digital Hate, organisasi nirlaba Inggris, yang melakukan penelitian yang menemukan lebih dari 100 tweet yang melecehkan rasial ditujukan kepada pemain Piala Dunia sebelum dimulainya turnamen, tanpa dihapus oleh moderator konten platform Twitter.

Di antara tweet tersebut, penghinaan bervariasi dan kata menghina N dapat ditemukan pada temuan laporan tersebut, serta emoji monyet dan pisang, dengan orang-orang menyuruh mereka kembali ke negara mereka sementara yang lain mengejek penggunaan bahasa 'Inggris' mereka.

Beberapa pemain kulit hitam yang menurut penelitian ini menjadi sasaran adalah Bukayo Saka, Marcus Rashford, Gabriel Jesus, Jadon Sancho, Richarlison, Mohamed Salah, dan lainnya.

Twitter mengalami kesulitan menangani lonjakan lalu lintas besar-besaran pada platform tersebut yang dihasilkan sejak Piala Dunia 2022 bergulir. Hal itu diperparah setelah sekitar 5.000 karyawan telah diberhentikan dalam tiga minggu terakhir sejak Musk mengambil alih Twitter.

Imran Ahmed, CEO Center for Countering Digital Hate mengatakan bahwa penelitian mereka membuktikan bahwa Twitter di bawah Elon Musk sudah tidak lagi sesuai dengan tujuan dan perlu dikendalikan.

"Orang-orang rasis berusaha mengirim pesan bahwa jika pahlawan nasional olah raga pun dapat menjadi sasaran impunitas, kita semua juga tidak akan aman," kata Ahmed kepada VICE.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.