Sukses

Dalam 2 Pekan, Lonjakan Penularan PMK Ternak di Kabupaten Bandung dari 14 Jadi 1.276 Kasus

Jumlah ternak terjangkit PMK di Kabupaten Bandung terus meningkat hingga menembus lebih dari 1.000 kasus.

Liputan6.com, Bandung - Ternak sakit yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) di Kabupaten Bandung bertambah signifikan. Kurang dua pekan saja, dari belasan kasus awal yang terlaporkan, kini jumlahnya terus membengkak menjadi lebih seribuan kasus. Saat penularan terus melesat, vaksin yang ditunggu belum juga datang dan penyediaan obat bukan hal gampang sebab butuh anggaran mahal.

Pada 20 Mei 2022 lalu, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung menyampaikan ada 14 ekor sapi terindikasi terjangkit PMK. Empat hari berselang, 127 ekor terkonfirmasi positif. Ratusan ternak sakit itu tersebar di Kecamatan Kertasari, Pangalengan, Pasir Jambu, dan Ciwidey.

Pada 26 Mei 2022, kasus yang tercatat menjadi sekitar 270. Hanya butuh waktu sehari, kasus diketahui bertambah menjadi 350 ekor. Kondisi terakhir, per 30 Mei 2020 lalu, menjadi 1.276 kasus.

"Wabah ini menyebarnya sangat cepat, mungkin bukan per hari lagi hitungannya tapi bisa per detik, ya," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran, dihubungi Liputan6.com, Rabu (1/6/2022).

Tisna merincikan, jumlah 1.276 kasus itu, baru dari sekitar 18.621 ternak yang diperiksa, terdiri dari sapi perah, sapi potong, kambing, domba, dan kerbau. Maka, tidak menutup kemungkinan jumlah kasus di kandang sebenarnya bisa lebih besar dari yang terdata.

"Kalau melihat hewan yang berpotensi itu (di Kabupaten Bandung) kan seluruhnya ada 310 ribu," ungkapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terbanyak Sapi Perah

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, per 30 Mei 2022, ternak yang paling banyak terjangkit PMK adalah sapi perah (1.050 ekor), disusul sapi potong (212 ekor), domba (11 ekor) dan kerbau (3 ekor), sementara kambing belum ada yang terlaporkan positif PMK.

"Beberapa daerah yang terkena di antaranya Cikancung, Pacet, Kertasari Pangalengan, Ciwidey, Pasir Jambu, Cilengkrang, Cileunyi, Marga Asih, dan lainnya," kata Tisna.

Untuk menekan pertumbuhan kasus, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung tidak merekomendasikan peternak untuk menambah stoknya dari wilayah lain. Ia mengaku, menjelang lebaran kurban ini memang tak sedikit peternak yang ingin menambah ketersedian ternaknya.

Meskipun ternak yang didatangkan dari luar telah mengantongi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), tapi itu dinilai tidak sepenuhnya menjamin. Tetap ada potensi tertular misalnya saat masa inkubasi 14 hari.

"Kami tidak akan merekomendasikan kecuali nanti beberapa hari sebelum kurban, sebab itu kan akan terputus (wabahnya) karena langsung dipotong, tapi kalau jauh-jauh hari sudah disimpan di sini, kalau ada yang positif siapa yang tanggung jawab?" katanya.

Jika merujuk pada data yang sama dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, tingkat kesembuhan ternak tertular PMK tampak lebih tinggi daripada kasus kematian. Dari 1.276 kasus, tercatat 12 ekor mati, 10 ekor disembelih dan 203 ekor diklaim membaik.

3 dari 3 halaman

Tunggu Vaksin dan Anggaran

Menurut Tisna, kebutuhan yang krusial saat ini adalah penyediaan obat, khususnya antibiotik, disamping vitamin, APD dan juga jarum suntik. Jika pasokan obat-obatan dan alat penunjang lainnya memadai, harapannya tingkat kesembuhan bisa meningkat. Namun, anggaran yang dibutuhkan tak sedikit.

"Antibiotik bisa tiga sampai lima kali penyuntikan dengan jarak satu minggu. Secara rinci, total kebutuhan anggaran masih diitung, tapi sekitar butuh anggaran sekitar Rp8-10 miliar," katanya.

"Yang dibutuhkan saat ini adalah anggaran (untuk obat). Kalau ada vitamin tingkat kesembuhannya akan naik. Sehingga nanti tinggal menunggu vaksin karena itu kan wilayah (kebijakan) pemerintah pusat," ia melanjutkan.

Hingga kini, Tisna mengaku belum tahu kapan vaksin akan datang. Pengakuannya, sejauh komunikasi yang sudah dilakukan kepada pihak kementerian, bahwa terkait vaksin ada dua opsi, yakni membuat sendiri di dalam negeri atau impor.

"Saya percaya saja kalau kementerian mungkin lagi mati-matian juga supaya mendatangkan vaksin. Ya, mereka juga tahu lah konsekuensinya. Saya mah kasian ini ke masyarakat, petani. Cuman untungnya (PMK) ini kan gak menyebar ke manusia, ya, tetap aman dikonsumsi," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.